Sedikit demi sedikit atau sekaligus, sejumlah aplikasi berbagi di jaringan sosial menyergap. Hinggap pada kehidupan seorang pengguna, sehingga ia sulit melepaskan diri dari ketergantungan terhadap medsos.
Kini media sosial telah menjadi kebutuhan penting. Menyediakan beragam informasi hingga hiburan.
Ia menjadi semacam katarsis. Satu ruang bagi seseorang untuk mendapatkan kelegaan emosional. Melepaskan ketegangan setelah beraktivitas, juga ditengah-tengah berkegiatan.
Beberapa orang mungkin menjadi tergantung dengan medsos seperti Instagram, Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, TikTok, dan sejenisnya.Â
Bagi saya, hari-hari rasa-rasanya tidak lengkap tanpa membuka medsos. Takut ketinggalan informasi jika meninggalkannya. Cemas akan melewatkan banyak hal bila melakukan puasa media sosial.
Artinya, tidak mudah bagi saya yang sudah terjebak di dunia maya mempraktikkan puasa media sosial. Padahal berbagai sumber berbeda mengatakan, manfaat puasa media sosial (direkap dari sumber 1 & 2) adalah:
- Meningkatkan kesehatan mental.
- Berpengaruh positif terhadap rasa bahagia.
- Mengurangi stes dan risiko depresi.
- Meredakan kecemasan.
- Meningkatkan kualitas tidur.
Berpantang berselancar di dunia maya merupakan perkara tidak mudah. Sulit! Namun satu keadaan memaksa saya melakukan puasa media sosial.
Pada tahun 2020 selama beberapa hari saya puasa medsos. Berhenti memandang layar telepon genggam yang matot alias mati total. Itu ternyata membuat saya merasa lebih nyaman.
Sebetulnya bisa sih membuka medsos menggunakan laptop, tapi bagi saya itu kurang praktis. Kurang fleksibel.
Tiga hari kemudian mendapatkan barang baru (beli secara daring). Kegiatan bermedsos ria kembali ke setelan awal. Malahan lebih dimanjakan, mengingat hp pengganti lebih wus..wus..wus.
Kisahnya dapat dibaca di "Tiga Hari Tanpa Medsos, Apa Rasanya?"