Menurut saya, soto mi sekarang berbeda dengan soto mi yang dijajakan pada tahun 1980-an.
Isinya bisa jadi sama, yaitu mi kuning atau putih atau gabungan keduanya, rajangan kubis, risol isi bihun, tomat, daging sapi atau kikil, daun bawang, bawang goreng, dan kondimen lain.
Meskipun demikian, menurut lidah saya tercecap rasa berbeda dengan soto mi zaman dulu. Sekarang kuah lebih terasa micin daripada kaldu hasil rebusan daging.
Ditambah, dulu kuahnya kemerahan berkat cabai merah buang biji digerus. Kini cenderung lebih bening.
Zaman ketika sepeda motor Honda C70 berjaya, tidak sedikit penjaja soto mi beredar di sekitar permukiman. Seperti pedagang bakso keliling.
Saya ingat, kuah soto mi berwarna kemerahan. Tidak pedas dan terasa gurih kaldu. Makanya, waktu itu soto mi merupakan jajanan favorit saya.
Semangkuk soto mi berisi protein (daging), karbohidrat (mi, risol), dan sayur. Cocok disantap pada pagi hari, siang, sore, apalagi malam dalam udara dingin. Tidak pakai nasi.
Sekarang sebagian orang menyantap soto mi bersama nasi. Tak heran, umumnya penjual soto mi juga menyediakan nasi putih.
Demi ingin tahu rasa soto mi di tempat berteduh, saya memesan satu porsi. Tidak pakai nasi.
Si mamang (bhs Sunda untuk paman) penjual, yang berasal dari Tenjolaya Kabupaten Bogor (sekitar 19 km dari lapak jualan di Jalan Ciwaringin Kota Bogor), meracik soto mi.
Sebelum menuang kaldu ke mangkuk, ia menambahkan bumbu matang berwarna merah. Tidak membubuhkan garam pun micin. Dua bahan penyedap itu tersedia di meja, pembeli dapat mengimbuhkan sesuai selera masing-masing.