Sesungguhnya rasa gurih cenderung pedas pada nasi Padang amat menggugah selera. Takperlu menambah bahan lain.
Namun seorang kerabat memiliki kesukaan tidak lumrah. Mengimbuhkan kecap manis di atas nasi Padang!
Opo tumon?
Ketika makan nasi Padang, mereka yang sehat mungkin akan tambuah ciek. Menyadari nasi sudah habis tapi piring menyisakan lauk dan kuah/bumbu.
Bagaimana tidak? Nasi putih dengan bumbu dan sambal saja sudah enak banget.
Sewaktu masih muda dan fit, bila makan di rumah makan Padang saya akan berseru, "Tambuah ciek!"
Tambah satu porsi nasi kering dengan minta tambah lado dan sayur. Tidak banjir kuah gulai, kuah asem padeh, dan bumbu rendang.
Malahan, kalau makan gulai kepala ikan kakap di warung tenda masakan Padang seberang PTIK)*, saya bisa tambah nasi sampai dua kali.
Ya betul! Tiga porsi nasi putih untuk satu kepala kakap ukuran sedang.
Begitulah. Rasanya kurang nasi bila makan di rumah makan Padang.
Bukan karena jumlah nasi yang kurang, tetapi masakan dan bumbunya terasa gurih cenderung pedas menggugah selera.
Saya kira, tidak sedikit orang lain yang sepakat dengan pemikiran itu. Tidak perlu menambah bahan apapun selain nasi.
Hanya, ada satu orang yang saya ketahui berbeda cara. Bukan berarti ia tidak menyukai makanan pedas masakan Padang. Tidak.
Ia penyuka pedas, tetapi ya begitulah. Tidak afdal baginya tanpa menambahkan kecap manis pada makanan.
Ia akan membubuhkan kecap manis pada hidangan utama (main course) apapun, tidak terkecuali nasi Padang.
Namun tidak semua rumah makan Padang menyediakan kecap manis. Bukan berarti tidak ada menu mengandung kecap manis. Ada.
Di tahun 1990an, satu rumah makan (mungkin sekarang sudah tidak ada atau pindah) di bilangan jalan Fatmawati menyediakan hidangan ayam kecap, yang merupakan favorit saya.
Tidak seperti masakan ayam kecap versi manis di tempat lain.
Ayam kecap Padang tetap gurih cenderung pedas dengan rasa manis samar. Warnanya tidak pekat. Cokelat bening bercampur potongan cabai hijau.
Rasanya enak banget. Sampai sekarang saya tidak menemukan lagi hidangan semacam itu.
Kembali ke ihwal kerabat yang selalu menambahkan kecap manis pada makanan disantapnya.
Setiap mengajaknya makan ke rumah makan Padang, ia meminta kecap manis. Sementara kedai tersebut belum tentu menyediakan.
Itu menjadi kerepotan tersendiri. Saya, atau pegawai rumah makan Padang, terpaksa mencari botol kecap ukuran kecil di warung terdekat.
Mengapa ia senantiasa menambahkan kecap manis pada makanannya?
Pertama kali saya pastikan, ia sama sekali tidak terpengaruh dengan tampilan, tekstur, aroma, dan rasa dari makanan.
Artinya, persepsi dan preferensi terhadap makanan tidak mengubah kehendaknya untuk menambahkan kecap manis.
Mungkin saja pola makan dari kecil mempengaruhi kebiasaan. Lingkungan keluarga, yang membiasakan tambahan kecap manis pada setiap hidangan utama, membentuk kesukaan tersebut.
Sebuah riset menyebutkan, tanggapan dari rasa dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti genetik, keadaan fisiologis, dan kondisi metabolisme (sumber).
Jadi, ada beragam variabel saling bertautan mempengaruhi kebiasaan makan memakai kecap manis. Itu saya kira wilayah bahasan para ahli.
Namun saya memastikan, ada satu orang yang selalu menambahkan hasil fermentasi kedelai pada makanan utamanya. Membubuhkan kecap manis bahkan di nasi Padang.
)* PTIK adalah Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian atau STIK -- PTIK, beralamat di Jl. Tirtayasa Raya, Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H