Setiap pagi usai waktu subuh. Terdengar suara khas sapu lidi menggesek permukaan bata beton (paving block).
Setelah sampah menggunung di satu sudut, penyapu halaman masjid memantik geretan. Mulanya kecil, lama-lama api melalap dedaunan kering, kresek, kemasan plastik, kertas pembungkus. Suara berderak-derak. Kabut membubung.
Asap bakaran menelusup melalui celah bukaan rumah. Bau sangit meyebarkan rasa tidak nyaman. Â
Menyebalkan. Berkali-kali ditegur agar tidak membakar sampah, tetapi rupa-rupanya kepala pria penyapu itu terbuat dari batu.
Membakar sampah sembarangan bisa dipidana atau dikenakan denda, menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Saya baru mengetahui aturan di atas dan percaya bahwa penyapu halaman masjid itu belum membacanya.
Hasil pembakaran juga mengganggu kenyamanan lingkungan. Ditambah, plastik dan sejenisnya bila dibakar akan melepaskan unsur pencemar udara.
Ia enggan memanfaatkan bak sampah untuk membuang hasil menyapu. Barangkali ia punya kesenangan --tepatnya kegilaan. Senang melihat api dan asap meliuk-liuk.
Kecuali Sabtu dan Minggu, setiap hari bak sampah dibersihkan oleh petugas Dinas Kebersihan. Boleh dibilang, barang buangan tidak terlihat menumpuk di bak sampah.
Lingkungan masjid demikian teduh. Halaman luasnya ditumbuhi tanaman  perdu dan bunga-bunga.