Kala sedang asyik ngopi di lapak penjualan gorengan, seorang pria muda berusia sekitar 25-an menghampiri.
"Teh, sudah lama gak minjem?"
"Ogah ah! Gua sekarang gak mau utang lagi ke bangke. Capek mikirin bayarannya."
Bangke adalah singkatan dari Bank Keliling, atau disebut juga BK, diwakili oleh orang-orang berkeliling dari satu kampung ke kampung lainnya. Mereka menyasar pedagang kecil, seperti penjual gorengan dan kopi tempat saya nongkrong.
Brosur bank keliling menyatakan, syarat meminjam amat mudah:
- Fotokopi KTP.
- Tempat usaha dan tinggal jelas (dibuktikan dengan foto).
- Dan sanggup membayar angsuran secara harian.
Bank keliling menawarkan pinjaman realisasi cepat. Tidak bertele-tele dengan proses mudah dan tanpa anggunan (mungkin maksudnya: "agunan").
Tujuan pembiayaan usaha sangat jelas, yaitu untuk modal kerja.
Pada praktiknya, nasabah tidak hanya meliputi pedagang dan pemilik warung kecil. Bangke juga meminjamkan uang kepada warga sekitar, termasuk mereka yang menghuni rumah kontrakan. Untuk membayar uang sekolah anak atau alasan kepepet lainnya.
Masalah klasik terkait utang adalah pengembalian pokok pinjaman dan bunga, sekalipun dibuat ringan dengan skema angsuran harian.
Jadi, bangke menyediakan fasilitas pinjaman dengan sistem angsuran. Dibayar harian pula. Ringan, bukan?