Kalaupun tidak ada barang yang dicari pembeli, ia bilang: sebentar lagi datang. Atau berkata, nanti sore --paling telat besok pagi-- sudah ada barang.
Uda selalu siap dengan kembalian ketika pelanggan menyerahkan uang pecahan besar. Meskipun ia tetap bertanya, adakah uang pas? Tidak masalah bila takada.
Tetap ramah kendati seseorang hanya nongkrong. Makanya, saya kerap ngobrol kosong di balai-balai di depan warung, sekalipun tidak membeli apa-apa, bersama Uda dan warga lain.
Dulu saya pernah berbelanja di toko Agus. Ia melayani dengan langgam kaku. Wajah beku. Tidak banyak bicara selain menyebut harga. Bila tidak tersedia barang yang dicari, irit jawaban: tidak ada.
Barangkali apa yang saya alami juga dirasakan oleh pembeli yang notabene warga sekitar.
Maka, menjawab pertanyaan penjual gorengan, saya menyampaikan dugaan asal-asalan:
- Pelayanan ramah menjadi keunggulan warung kelontong Uda. Meliputi bahasa tubuh hingga penyampaian menyenangkan pembeli.
- Bila barang dicari kosong, memastikan kepada pelanggan bahwa komoditas akan datang dalam waktu dekat.
- Bergaul dengan warga, sekalipun hanya nongkrong. Toh satu saat orang tersebut akan menjadi pembeli.
- Senantiasa menyediakan uang kembalian.
Begitu amatan selintas.Â
Sifat usaha dua gerai pada dasarnya serupa, yakni penyedia barang kebutuhan sehari-hari. Peluangnya kurang lebih sama. Namun pembeli merasa nyaman berbelanja di warung kelontong Uda.
Pelayanan ramah merupakan keunggulan warung kelontong Uda. Juga kelebihan tersebut di atas yang membedakan dengan toko Agus.Â
Para pembeli cenderung ke warung kelontong Uda daripada toko Agus.
Dengan itu, Uda telah membuat perbedaan agar warungnya ramai pembeli. Â Make a difference!