Dulu biaya izin trayek angkot rute gemuk bisa mencapai enam puluh juta perak. Sekarang tidak bernilai sejak ada Biskita.
Demikian kenang seseorang yang sedang duduk di trotoar. Rute gemuk artinya angkot dengan trayek banyak penumpang.
Semula saya sangka ia sedang menanti aplusan "polisi cepek" di sebuah putaran balik. Ternyata bukan. Pria itu menunggu putranya yang sedang "narik" angkutan perkotaan kota (angkot) 07 jurusan Terminal Bubulak-Warung Jambu-Ciparigi. Meski pada praktiknya, angkot hanya sampai Warung Jambu. Bukan tujuan akhir Ciparigi.
"Sampai di situ saja. Sepi," katanya.
Masa Kejayaan Angkot
Saking banyaknya, Kota Bogor sempat dikenal sebagai kota sejuta angkot. Membuat ruwet lalulintas di beberapa bagian kota.
Terinformasi pada tahun 2016 sebanyak 3.400 angkot berseliweran melayani mobilitas warga (rujukan).
Kendaraan berwarna hijau itu pernah menjadi ladang penghasilan bagus, bagi mereka yang berkecimpung di dunia per-angkot-an.
Pada masa masih berjaya, pria tersebut di atas mengaku pernah memiliki 5 unit angkot.
Saat itu, mengurus izin trayek saja memerlukan biaya tidak sedikit. Untuk rute gemuk, seperti angkot jurusan Terminal Bubulak-Ciparigi, bisa mencapai Rp60.000.000,00. Resmi?
Tidak. Angka tersebut meliputi biaya tertera di loket dan biaya siluman yang sudah menjadi rahasia umum di kalangan pengusaha angkot.