"Maak...! Nasi uduk pake ati maung," seseorang berseru.
Hah? Ati maung (bahasa Sunda, yang artinya: hati macan)? Memang hati macan enak buat lauk?
***
Tidak hanya nasi uduk, warung Emak di halaman depan rumah menjual lontong sayur, pecel, mi glosor, bihun goreng, buras, ketan serundeng, dan aneka gorengan. Juga menu tambahan.
Nasi uduk standar harga lima ribu perak berisi irisan telur dadar, sesendok tempe orek, dan bawang goreng, lalu disiram sambal kacang. Porsi mengenyangkan dengan gizi lumayan untuk sarapan.
Sebagai tambahan, istri marbot masjid itu menyediakan lauk berupa: telur balado dan tongkol dicabein. Dengan tambahan itu harga nasi uduk menjadi Rp 10 ribu.
Meski tidak sering, di waktu tertentu ia mengolah jengkol.
Jengkol, Pithecellobium jiringa (Jack) Prain, atau di juga dikenal dengan nama jering/joriang adalah hasil tumbuhan hutan. Rasa-rasanya saya belum pernah mendengar tanaman ini dibudidayakan. Barangkali di antara pembaca ada yang lebih tahu?
Bagi penggemarnya, makan jengkol membangkitkan selera. Ingin tambah dan tambah lagi tiada henti. Tentu termasuk nasi hangat dan sambal.
Namun siap-siap, mulut menyemburkan bau dan menyisakan aroma aduhai di kamar mandi/toilet.