Warga sekitar barangkali sesekali saja membeli lauk matang, ketika malas memasak atau saat menyuguhkan makan berat kepada tamu.
Jadi siapa pembeli atau pelanggan setia yang telah dengan sengaja datang ke gang sempit itu?
Pertama, warga sekitar seperti yang telah disebutkan di atas, meskipun bukanlah tipikal pembeli utama. Mereka akan lebih suka memasak sendiri. Lebih irit. Lebih banyak. Sesuai selera.
Kedua, pelanggan di luar tetangga yang sengaja datang untuk membeli lauk-pauk dan sayur matang. Di antaranya, ibu rumah tangga yang telah berlangganan sejak lama, penghuni kontrakan dan kos-kosan yang mencari makanan enak dengan harga murah, dan pegawai kantor di jalan besar (berjarak sekitar+/- 500 meter).
Pembeli semacam itu adalah pelanggan lama dan mereka yang mengetahui keberadaan warung dari mulut ke mulut.
Satu lagi tipikal pembelinya, meski bisa dihitung dengan jari, adalah pejalan kaki yang tidak punya tujuan seperti saya.
Seraya membungkus makanan, Bu Ipah berkisah. Pencapaian sekarang berkat perjuangan dalam waktu 17 tahun.
Selama itu pula ia mengalami jatuh bangun. Kesulitan dalam permodalan. Pembeli sepi. Hantaman situasi ekonomi makro, kendati ia tidak mengerti bagaimana terjadinya. Dan banyak hal yang dikeluhkan oleh mereka yang kurang tabah.
Betul. Tabah!
Ketabahan sebangun dengan kesabaran, ketahanan, daya tahan, keuletan, dan segala hal yang menggambarkan keteguhan menjalankan usaha, meskipun diterpa gelombang perubahan. Pancaroba iklim usaha yang membuat sebagian orang mengeluh dan berontak terhadap keadaan. Juga menangis.
Bu Ipah belasan tahun bekerja keras menekuni usaha warung makanan. Secara alami ia memahami bahwa fundamental dalam penjualan adalah pembeli. Berkomunikasi dan berhubungan baik dengan pembeli sehingga sedikit banyak ia memahami perilaku pelanggan. Melalui mana Bu Ipah telah memiliki customer base.