Pada ujung jembatan dengan struktur rangka besi baja, tepatnya di atas buk (tembok rendah), terletak etalase kaca. Tertutup asbes gelombang ke belakang, yang juga merupakan langit-langit bagi ruang makan pengunjung dan sepotong dapur. Kayu triplek menjadi pembentuk dinding-dinding dan bukaan.
Ya! Di bagian ujung atau kepala jembatan --berfungsi sebagai penahan tanah dan estetik---tersebut, terletak sebuah warung nasi.
Menu
Produk dijual merupakan menu makanan yang umum tersedia di kedai nasi kelas rakyat. Ada ikan kembung goreng, ati ampela, sambel goreng kentang, telur dadar, telur bulat balado, tempe tahu, sayur nangka muda, lodeh, tumis tauge, tumis kangkung, dan sebagainya.
Saya menikmati tumis kangkung, bersama dua potong tahu sutera goreng dan dua kerat tempe goreng.
Seorang pegawai membeli nasi, lauk, dan sayur. Dibungkus. Sepertinya bakal untuk makan siang.Â
Kemudian seorang wanita muda berbaju hijau yang tidak begitu cantik, namun sedap dipandang berlama-lama, memesan kopi tubruk dalam plastik serta dua bungkus nasi berikut lauk pauk dan sayur.Â
Makanan dalam kantong keresek belang-belang tersebut dibawanya ke tempat indekos. Sayang sekali ia tidak memakannya di tempat.
Rupa-rupanya pembeli warung nasi di ujung jembatan rangka besi baja itu adalah pegawai kantoran, anak-anak kos, dan orang lewat.Â