Boleh jadi anak kos sedang menyantap mi rasa soto dikucuri jeruk limau tersedak. Menyimak isu bergulir: harga mi instan diisukan bakal naik tiga kali lipat!
Kabar angin merisaukan disampaikan oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Bahwa harga mi instan bakal naik hingga tiga kali lipat, meski kemudian pernyataan tersebut dibantah oleh rekannya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (lengkapnya di sini).
Beberapa kali Presiden Joko Widodo juga mengingatkan ihwal kelangkaan pangan. Konflik Rusia Ukraina menghambat distribusi gandum ke berbagai negara (sumber).
Kenaikan ekstrem harga mi instan saat ini belum menonjol ke permukaan, kendati diam-diam harga mi instan dalam dus (isi 40) menanjak 12-15 persen dalam tiga bulan terakhir (sumber).
Pedagang sedikit meninggikan harga jual mi instan matang, terpengaruh kenaikan harga telur, cabai, dan bahan lainnya,. Meskipun demikian, konsumen menganggap eskalasi harga belum terlalu signifikan.
Bagaimanapun, mi instan terbuat dari terigu, bahan pangan yang mesti didatangkan dari negara-negara penghasil gandum.
Secara teknis tanaman sub-tropis ini bisa ditanam di Indonesia, namun produktivitasnya tidak mendukung untuk mencapai nilai keekonomian ideal (sumber). Yaitu nilai komersial yang lebih murah atau paling tidak sama dengan harga tepung terigu perolehan skema impor.
Jadi ketergantungan terhadap impor gandum masih 100 persen, sehingga kenaikan harga gandum dunia langsung berpengaruh terhadap harga produk turunannya. Termasuk harga mi instan.
Ketidakpastian perkembangan konflik Rusia Ukraina, sedikit banyak, berimbas kepada kenaikan harga relatif dari penganan populer tersebut.
Oleh karena itu, ada baiknya kita berinisiatif mengenali kembali bahan pangan lokal sumber karbohidrat alternatif pengganti mi. Kelamaan, jika menunggu aksi realistis dari para birokrat.