Raib! Kendaraan roda 4 sejuta umat tak tampak lagi di tempat. Sedan putih mulus baru dibeli dari diler lenyap ditelan gelap yang amat lelap.
Memiliki mobil pribadi adalah mimpi paling mewah. Tidak hanya bagi Pak Danu, juga untuk para tetangga di sekeliling rumahnya.
Kendala nyata dan terutama adalah dana. Mau menebus dengan uang tunai maupun dengan cara mengangsur sama-sama mustahil.
Jauh lebih penting mendahulukan beras. Juga membayar keperluan sekolah anak yang semakin hari semakin mahal. Pendidikan gratis menggema tanpa suara pada spanduk berkibar-kibar.
Jangan tanya bagaimana menyiasati lonjakan harga pangan. Upaya mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari amat menyesaki cairan kental di antara dua telinga.
Satu peristiwa secara dramatis mengubah nalar Pak Danu.
Ketika hendak memasuki lorong, serombongan pria demikian tergesa-gesa, sehingga tidak sadar menjatuhkan satu kantong dari karung-karung sedang digotong.
Seruan Pak Danu lesap bersama kaki-kaki berlari. Menoleh ke kiri. Menengok ke kanan. Kepala berputar ke atas, bawah, dan segala arah demi memastikan tiada orang. Membawa penasaran seraya membopong karung kain menuju rumah.
Empat orang membelalakkan mata, menyaksikan uang bergepok-gepok mencungul dari balik pundi-pundi.
"Seratus lima puluh juta. Duit tulen," seru Pak Danu melambaikan gepokan terakhir kepada istri dan anak-anaknya.