Ia tak berperilaku "ngustadz", meski sempat nyantri. Tidak mau disebut "guru", kendati menjadi sumber ilmu kehidupan yang tak pernah surut.
Seorang sahabat mengenalkannya saat launching sebuah club & bar di kawasan Kuningan Jakarta.
Aura ketidaksukaan meliputi pertemuan pertama dengan pria kurus itu. Setelah berjabat tangan sambil silih menyebut nama, ada kesan saling tidak suka. Entah kenapa.
Ajaibnya, kira-kira dua tahun kemudian pria kelahiran Jawa Timur itu menjadi sahabat yang melebihi saudara sendiri.
Ia adalah teman baik sekaligus guru yang mendampingi saat mengalami turbulensi.
***
Bemby, nama samaran, lahir pada sebuah desa di Gresik. Merupakan lulusan Aliyah yang melanjutkan kuliah di Jogyakarta. Merantau dan berkeluarga di Tangerang Selatan.
Pria berputra tiga ini adalah pelukis naturalis yang di sela-sela waktu menjalankan industri mebel. Sejumlah orang menganggapnya selayaknya guru spiritual. Dengan nada sinis, tetangganya menyebutnya dukun.
Padahal penampilan dan dandanannya sama sekali tidak mencerminkan guru spiritual, ustaz, bahkan ahli nujum. Ia berlaku laksana orang kebanyakan.
Mas Bemby --lebih tua 9 sembilan tahun dari saya -- tidak pernah mengakui bahwa ia memiliki "keistimewaan" spiritual.