Indah. Burung dari surga di dalam etalase. Siapa jua tidak boleh menyentuhnya. Sebuah keelokan pada kotak kaca tembus pandang mudah pecah.
Rudolfo amat berhitung-hitung dalam meletakkan Vinny. Istrinya adalah pualam yang mudah pecah.
Rumah merupakan tempat aman. Tiada terpikirkan untuk memberinya kesempatan bekerja di kantoran, di mana terdapat banyak kumbang akan dengan mudah terpesona oleh keindahan Vinny.
Demikian pula mengenai tawaran dari pria dan wanita terlalu banyak bicara di hadapan. Mereka memanaskan kursi ruang tamu dengan pembicaraan yang tidak bakal membuat Rudolfo sepaham.
"Tidak. Sekali lagi tidak. Maaf."
"Warung adalah usaha yang mudah diduplikasi. Berbeda dengan bisnis kami. Unik dan tidak bisa ditiru."
Rudolfo berkeras hati. Menolak membuka celah. Dengan tegas ia menghalau tawaran bisnis pemasaran berjenjang produk kesehatan impor itu.
Sanggahan paling pucuk adalah menjaga Vinny agar tidak terhanyut dalam bisnis kumpul-kumpul, baik di dalam maupun di luar kota bermalam-malam. Betapa akan timbul kemungkinan-kemungkinan buruk.
Oleh karena itu, Rudolfo lebih suka jika Vinny mengelola warung nasi milik mereka. Kendati belakangan menurun. Sepi.
"Sudahlah. Tekuni saja usaha yang sudah kita bangun. Meskipun sedikit hasilnya, kita patut bersyukur."