Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perjalanan yang Meremukkan

3 Juni 2022   05:58 Diperbarui: 3 Juni 2022   06:58 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Naik Sepeda Motor oleh TonyPrats dari pixabay.com

Berbeda dengan biasanya, kali ini tentang perjalanan meremukkan tulang-belulang. Mengambil waktu lebih dari dua kali lipat pula. Melelahkan.

Bila tidak menganggap sebagai petualangan, bisa jadi di separuh perjalanan ia memutuskan untuk berputar balik.

Biasanya perjalanan dari Ibukota menuju Kota Kembang menelan waktu sekitar dua setengah jam, dengan mengemudi mobil melalui tol Cipularang. Cepat dan tidak begitu makan tenaga, sekalipun menempuh perjalanan tanpa henti.

Berbeda dengan kesempatan kali ini. Rudolfo, mau tidak mau, melintasi ruas konvensional atau jalan raya biasa. Dari rumahnya meluncur ke selatan melewati jalan raya Bogor, dengan sepeda motor sport yang baru dibelinya.

Beristirahat memulihkan tenaga di Gang Aut, menyantap semangkuk soto santan dan dua bungkus nasi putih.

Kemudian melanjutkan petualangan, meliuk-liuk melibas tikungan dan tanjakan. Melampaui Puncak Pas, jalanan mulus menghilir, dengan tikungan naik turun.

Di Cipanas berhenti. Melahap sepuluh tusuk sate Maranggi bersama ketan bakar dicocol sambal oncom.

Seusai makan, meneruskan petualangan menentang angin. Meliuk-liuk lagi membelah Gunung Kapur. Melelahkan, namun menyenangkan.

Maka tibalah di kota Bandung. Sebelum menghampiri hotel yang sudah dipesan, Rudolfo sejenak mampir ke penjual sate langganan di simpang lima.

Meskipun tubuh terasa demikian lelah, Rudolfo menganggap bahwa mengisi perut adalah penting sebelum beristirahat. Malas keluar lagi manakala telah berada di kamar hotel.

Usai mengisi saluran pencernaan dengan makanan enak, giliran tenggorokan dimanjakan dengan sesendok demi sesendok es campur. Lalu menikmati senja dengan pemandangan gadis-gadis cantik di tepi jalan dan di dalam angkot.

Tidak seperti di Jakarta, di mana gadis cantik identik dengan kegemerlapan: dipajang di dalam mobil mewah atau mal megah berhawa dingin. Di Bandung, mata dengan mudah menjumpai mojang geulis berjalan kaki atau naik kendaraan umum.

Ah, sudahlah...

Rudolfo naik ke atas sadel sepeda motor, menghidupkan mesin, dan bersiul di sepanjang jalan Sunda. Menuju hotel. Ingin segera tiba untuk merebahkan badan.

Berbaring sebentar di atas queen large bed beralaskan seprei putih. Merenung. Saat itu baru terasa tulang-belulang bagai berpisah-pisah. Petualangan yang teramat melelahkan.

Melakukan perjalanan jauh dengan sepeda motor sudah lama berlalu ketika masih bujangan. Usia juga tidak bisa bohong.

Ingin dipijat. Agar rileks dan enak tidur pada malam hari ini.

Rudolfo teringat satu ketika yang sangat lampau, dipijat oleh seorang pria berusia mapan. Tenaganya kuat. Pengalaman mengurut urat-urat dan pengetahuan tentang otot-otot sangat mumpuni.

Sehingga Rodolfo merasa segar setelah mendapatkan terapi. Tidur pun sangat pulas.

Saat ini kehendak tidak bersepakat dengan keengganannya untuk keluar kamar dan pergi. Sebuah ketidak-mauan yang bertentangan dengan kebutuhan pijat.

Rudolfo memencet tombol pada pesawat telepon, berbicara sejenak kepada petugas. Kurang dari setengah jam terdengar suara ketukan di pintu kamar, pelan.

"Masuk, tidak dikunci!"

Pintu terbuka. Ditutup lagi. Memastikan selot rantai sudah masuk dengan sempurna.

Rudolfo bingung, "bukankah engkau tidak terlalu muda untuk menjadi tukang pijat?"

Tiada suara, selain kaki melangkah maju dan embusan mesin pendingin ruangan.

"Lagi pula, engkau terlalu cantik untuk pekerjaan ini. Menurut pandanganku."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun