Kala menahan lapar saat berpuasa. Dari rumah tetangga tercium aroma enak, melampaui wangi olahan daging sapi, ayam, dan asap sate. Perut serasa diiris.
Siang hari. Selama masa menunggu waktu berbuka, rasanya indera penciuman saya lebih peka dibanding sensitivitas pada hari-hari ketika tidak berpuasa.
Konon, itu adalah isyarat air liur yang mengaktifkan satu bagian tertentu di otak. Mekanismenya meningkat ketika lapar, sehingga penciuman lebih peka terhadap aroma yang merangsang selera.
Dalam keadaan demikian dengan cepat saya mampu membedakan, apakah tetangga sedang mengolah:Â
- Sup buntut (tercium wangi daging rebus).
- Rendang (aroma santan berempah yang diaduk).
- Ayam goreng.
- Sate bakar (apalagi!)
- Mi instan.
- Kolak.
- Kue-kue lebaran.
Tidak hanya itu, saya bisa mencium wangi uap kopi baru diseduh. Atau bau asap rokok, kendati orang merokok berada di ruangan sebelah rumah. Demikian karena dulunya saya juga seorang peminum kopi dan perokok berat.
Indera penciuman lebih peka terhadap aroma masakan, kopi, dan asap rokok. Dan itu merupakan godaan bagi mereka yang sedang menunaikan ibadah puasa. Ujian yang, mudah-mudahan, bisa meningkatkan keimanan.
Karena pada dasarnya, melaksanakan ibadah puasa bukan hanya sekedar menahan lapar dan haus. Menunaikan ibadah puasa adalah menjalankan amalan-amalan.
Artinya, tidak perlu memikirkan godaan-godaan yang menggangu kekhusyukan. Lebih fokus kepada penyelesaian ibadah puasa sampai tiba waktu berbuka nanti.
Demi mengalihkan pikiran-pikiran yang dapat melemahkan kekhusyukan puasa, banyak cara bisa dilakukan, di antaranya:
- Beraktivitas sebagaimana biasa.
- Membaca Alquran
- Bersedekah.
- Menjaga perkataan.
- Menjauhi perilaku yang tidak bermanfaat dan memunculkan dosa.