Angan melayang, membayangkan sebuah surga kuliner selepas obrolan (chat) melalui WA, "Pak, Pia mau ke Bali tanggal 20 ini. Mampir dulu di Bangkalan. Besok bakda subuh terbang ke Surabaya"
Mendarat di Bandara Juanda, rencananya ia melanjutkan perjalanan darat melewati Jembatan Suramadu. Sebelum itu, mampir untuk sarapan Soto Ayam Lamongan Cak HAR di Sukolilo.Â
Ah betapa nikmatnya, begitu menginjakkan kaki di Kota Pahlawan langsung makan enak. Sayangnya, putri saya cuma mengirim fotonya. Hiks.
Sekitar satu seperempat jam kemudian ia tiba di Kabupaten Bangkalan, Madura. Letaknya di ujung barat dari Pulau Madura. Dipandang dari Jakarta, kota santri itu berada di arah timur.
"Di dalamnya tersimpan 'surga' kuliner yang sebaiknya dijelajahi, selain mengunjungi kerabat," demikian pesan disampaikan kepada putri saya.
Pada suatu tayangan acara wisata kuliner, Almarhum Bondan Winarno sempat menyebut Bangkalan sebagai surga kuliner. Saya lupa hidangan apa sedang disantap, waktu beliau mengucapkannya.Â
Menurut saya, ada beberapa makanan yang dapat menegaskan kembali pernyataan di atas. Mari kita bongkar ingatan tersebut.
Bubur. Setelah subuh tersedia bubur terbuat dari beras tanpa macam-macam taburan seperti lazimnya di sini (Bogor dan sekitarnya). Kita harus buru-buru berangkat ke tempat penjualan dekat alun-alun. Sekitar pukul setengah enam biasanya sudah tandas.
Ditempatkan dalam pincuk (wadah dari daun pisang) dan sendok terbuat dari daun pisang dilipat, bubur nasi berwarna putih bersih mengisahkan tentang rasa gurih tanpa ruwetnya taburan. Sampai saat ini saya tidak bisa menemukan bandingannya.
Tajin Sobih. Mirip dengan bubur sumsum, tajin ini terdiri dari tiga warna: putih, cokelat, merah muda. Campuran ketiganya disajikan dalam pincuk dan disiram cairan gula merah. Diciduk dengan sendok daun pisang, tajin Sobih terasa lembut di mulut, di mana lidah mencecap gabungan gurih dan manis.