Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Nasi Kebuli untuk Santapan Pagi

11 Oktober 2021   07:55 Diperbarui: 11 Oktober 2021   07:58 1239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Termos nasi, wadah lauk pauk, dan condiment lainnya (dokumen pribadi)

Ketika tidak tersedia menu sarapan di rumah, menemukan makanan dalam radius satu kilometer amatlah mudah. 

Ada empat atau lima pedagang bubur ayam. Beberapa penjual nasi uduk, bihun/mi goreng, lontong sayur, dan gorengan. Namun penjual terdekat, warung Ema, penyedia aneka pilihan menu sarapan pada hari itu tutup. 

Pemilik warung sibuk, menjelang peringatan seratus hari almarhumah putri kandungnya.

Baca juga: Sudah Sarapan di Rumah, tapi Jajan di Warung

Saya mencari alternatif makanan lain. Lagi pula, bubur ayam, nasi uduk dan kawan-kawan sudah sering disantap.

Tapi apa ya?

Jalan kaki menuju SPBU, saya melihat sebuah sepeda motor dimuati berbagai kotak berisi makanan. Spanduk dan poster di sekelilingnya berkata:

Nasi Kebuli Daging Sapi, Abu Malik

Yeah! Menu ini patut dicoba. Jarang-jarang nih.

Kalaupun ada, cukup jauh letaknya. Di sebuah perkampungan warga keturunan Timur Tengah, terletak di Kawasan Empang, Bogor.

Menurut penuturan penjualnya, Pak Malik, kedai buka dari jam setengah enam pagi.

“Tutup sak habisnya. Biasanya jam sembilan. Paling telat, jam sepuluh pagi.”

Warung yang seharusnya berjalan, mengambil tempat di lokasi menjelang pintu masuk SPBU.

“Para pelanggan taunya saya mangkal di sini.”

Termos nasi, wadah lauk pauk, dan condiment lainnya (dokumen pribadi)
Termos nasi, wadah lauk pauk, dan condiment lainnya (dokumen pribadi)

Ditambah payung besar warna-warni, dari jauh ia tampak menarik perhatian. 

Di atas sadel bertengger gerobak kayu, di mana terdapat termos nasi, wadah-wadah berisi: telur dadar, balado telur, rolade daging, sayap/paha bawah ayam goreng, sate bakso pedas, kismis, acar, bawang goreng, sambal. Itu yang kelihatan oleh mata saya.

Masih pagi. Pelanggan antre untuk membungkus hidangan khas Timur Tengah itu. Saya sendiri membawa tas berisi dua kotak plastik. Mengurangi penggunaan kantong plastik dan Styrofoam.

Satu kotak diisi nasi berempah ditambah telur dadar. Satunya lagi dengan sayap ayam goreng.

Seporsi Nasi Kebuli plus dadar telur (dokumen pribadi).
Seporsi Nasi Kebuli plus dadar telur (dokumen pribadi).

Pak Malik membuka rahasia pembuatannya. 

Nasi ditanak bersama kaldu daging sapi (versi lain memakai kambing), santan, dan sedikit susu full cream (pengganti susu kambing). Daging sapi diiris tipis-tipis, digoreng kering, lalu dicampurkan ke dalam nasi setengah matang. Sambil dibubuhkan margarin (pengganti minyak samin).

Mumpung penjual senang bercerita, saya mengorek lebih jauh tentang bumbu-bumbunya.

Nasi digunakan merupakan beras lokal jenis panjang (long grain), atau biasa dikenal sebagai beras pera.

Bumbu halus ditumis, terdiri dari: bawang putih-merah, jahe, ketumbar, merica. Lalu dicampur dengan beras. Kemudian ditambahkan kayu manis, cengkeh, kapulaga, pala, serai geprek. Masukkan margarin.

Bahan tambahan berupa kismis, bawang goreng, acar (sebagian orang menggunakan asinan), kerupuk, dan sambal.

Makanya, aroma rempah cukup kuat tercium dari kepulan asap nasi kebuli masih hangat. Tapi sama sekali tidak terhirup bau khas masakan kambing. Ya iyalah, dari daging sapi!

Karena ia tidak menggunakan bahan susu dan daging kambing, juga minyak samin, maka hidangan warga keturunan Arab itu dijual dengan harga terjangkau.

Sepuluh ribu rupiah seporsi, untuk nasi kebuli saja. Telur dadar dihargai Rp2 ribu. Balado telur, Rp3 ribu. Sate bakso pedas, Rp2 ribu per tusuk. Rolade, saya lupa nanya harganya. Hehehehe.

Rasanya?

Aroma rempah membuat perut bergejolak, ingin segera menyantapnya. Tidak tampak berminyak, teksturnya mirip nasi goreng. Nasi berwarna kecokelatan itu lepas-lepas. Ngeprul!

Suapan pertama, lidah mencecap hangatnya campuran bumbu-bumbu khas Timur Tengah. Gurihnya menyebabkan mulut tidak berhenti mengunyah. Mulut rajin bergerak, mata merem melek meresapi kenikmatan dunia. Amboi!

Saya baru tersadar manakala tinggal butir-butir terakhir. Yah, habis dah nasi berempah itu. Sepertinya, besok harus beli lagi.

Ternyata enak lho, nasi kebuli untuk menu santapan pagi alias sarapan.

Mari sarapan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun