Seorang manajer memarahi anak buahnya, "ini bukan kantor sosial, tapi kantor tempat bekerja. Gaji kalian dibayarkan untuk kepentingan perusahaan!"
Mereka ditegur sebab tidak maksimal dalam penggunaan waktu kerja. Di luar waktu istirahat dan pelaksanaan ibadah, beberapa oknum pegawai leyeh-leyeh dan ngopi-ngopi di antara periode produksi. Mereka kurang berinisiatif, hanya melaksanakan pekerjaan sesuai perintah atasan.Â
Oknum tersebut bertipe karyawan dengan mental job order.
Baca juga:Â Bukan Job Order, tapi Kerendahan Hati yang Bisa Melambungkan Karier
Atasan langsung memberi teguran, bisa jadi karena pimpinan di atasnya mempertanyakan kinerja departemennya. Demikian pula dengan direksi yang memberikan pengarahan kepada pimpinan, sebab pemilik saham menanyakan proyeksi keuntungan kepadanya.
Teguran itu berlaku bagi anak buah yang bermalas-malasan. Jangan tanya jika pegawai membolos atau mangkir dari tempat kerja demi memenuhi ambisi pribadi. Paling sedikit, ia akan memperoleh peringatan keras. Konsekuensi paling pucuk adalah pemecatan.
Teguran dan sanksi indisipliner di atas terjadi pada perusahaan swasta, di mana waktu kerja adalah momentum produktif amat berharga.Â
Oleh karena itu, pihak-pihak pada posisi penting dalam organisasi, semisal penyedia, manajer, direksi, akan mengawasi bawahan dengan ketat.
Tujuannya hanya satu: mengoptimalkan segala sumber daya dan biaya demi keuntungan perusahaan.Â
Pada gilirannya, perolehan laba akan berpengaruh terhadap penghasilan para pihak terkait, termasuk pegawai.