Pengertian gampangnya, pensiun adalah berhenti dari rutinitas bekerja, sebab usia yang sudah senja, ketentuan perusahaan, atau keadaan yang memaksa, seperti rasionalisasi pegawai akibat krisis dialami perusahaan. Terinformasi, pandemi berkepanjangan berpengaruh terhadap timbulnya krisis ini.
Selain berkurangnya aktivitas, pensiun juga --sedikit banyak-- mengurangi penghasilan dan jumlah teman. Keadaan ini yang kerap melahirkan sindrom pasca-pensiun yang melanda sebagian orang.
Sesungguhnya pensiun tidak datang tiba-tiba, ia telah melalui proses transisi yang disebut masa persiapan pensiun untuk aparat pemerintah sipil. Pegawai swasta pun mengalami masa peralihan sebelum pensiun, entah apa namanya. Artinya, persiapan-persiapan memasuki masa pensiun sudah diselenggarakan sedemikian tertib.
Berbeda keadaan dengan mereka yang "mendadak" pensiun, karena satu dan lain hal. Tiada persiapan, tiada cadangan yang bisa menutup berkurangnya penghasilan. Tiada alternatif pengganti teman-teman yang lenyap. Lengkap sudah penderitaan.
Saya mengalami jenis pensiun tiba-tiba. Mimpi buruk hadir tanpa aba-aba, setelah saya terserang penyakit kronis yang melumpuhkan sebagian badan serta kemampuan nalar dan mengingat. Kemampuan-kemampuan itu mutlak dibutuhkan di dunia usaha konstruksi.
Mendadak pensiun bagi saya adalah kehilangan kegiatan rutin, penghasilan, serta kawan-kawan sesama pengusaha dan pergaulan.
Panik? Khawatir? Takut menghadapi masa depan?
Itu sudah pasti, tetapi dokter meminta saya untuk tidak banyak memikirkannya, agar "mesin berpikir" yang sudah rusak tidak terbebani. Bisa kolaps lebih parah.
Bagaimanapun juga hal itu tetap kepikiran. Mimpi-mimpi buruk berkeliaran di kepala. Sejenak berhenti ketika saya menemukan akun Kompasiana yang telah diselimuti sarang laba-laba. Terbengkalai sejak tahun 2011.
Dengan segala keraguan, saya membukanya. Baca-baca berbagai artikel yang keren dan mulai coba-coba menulis. Hasil tulisannya? Jangan tanya, saya sendiri malu membacanya.