Hari Minggu (18/7/2021) malam keran berhenti mengucurkan air bersih. Ia baru berfungsi lagi pada waktu Idul Adha, Selasa (20/7/2021) tengah hari. Selama nyaris dua hari itu, 35.000 pelanggan di 44 wilayah Kota Bogor menderita krisis pasokan air.
Kompas.com menyebutkan, insiden itu ditimbulkan oleh patahnya pipa transmisi, di jalur intake Ciherang Pondok-Instalasi Pengolahan Air (IPA) Dekeng milik PDAM Kota Bogor, akibat tertimbun material proyek pekerjaan rel jalur ganda (double track)Â Bogor-Sukabumi.
Peristiwa itu telah menimbulkan kerugian berupa rusaknya pipa besar, terhentinya produksi air bersih, dan kerugian materi maupun immaterial yang dialami oleh ribuan pelanggan. Meski menimbulkan kerugian harta benda, tidak terinformasi mengenai adanya korban jiwa.Â
Artinya, kejadian itu bukan insiden seperti yang diberitakan, tetapi sudah merupakan accident atau kecelakaan kerja.
Perbedaan tersebut dapat dibaca di:Â Crane Terguling di Bogor: Beda Accident, Incident, dan Near Miss
Menurut kacamata manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) konstruksi, kecelakaan tertimbunnya pipa milik PDAM semata-mata merupakan kecerobohan kontraktor pelaksana proyek double track pada seksi tersebut. Kontraktor tentunya memiliki organisasi berisi Ahli dan Petugas K3 bersertifikat.
Mereka seharusnya mampu mengantisipasi kondisi bahaya dan situasi rawan yang akan menimbulkan kecelakaan kerja. Target utamanya adalah zero accident alias nihil kecelakaan.
Namun apa yang terjadi? Ah, sudahlah. Bukan itu yang akan diulas.
Pada saat pasokan dari PDAM padam, ancaman kekurangan persediaan air membayang. Bak mandi cuma terisi kurang dari sepertiga. Tiada toren/tandon air. Tiada sumur air tanah.Â
Untuk kebutuhan masak, masih bisa menggunakan air mineral yang mendadak laris pada dua hari itu. Untuk mandi, masih bisa ngirit-ngirit. Kalau perlu mandi dengan cara fotocopy alias ngelap badan, terutama muka.
Persoalannya, bagaimana setelah BAB dan BAK? Krisis pasokan membuat kita eman menggunakan air bersih untuk menyiram kakus (WC).