Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Enam Nol Nol Nol Satu Nol Nol Nol Nol Nol

7 Juni 2021   07:57 Diperbarui: 7 Juni 2021   08:03 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mengambil uang melalui mesin ATM oleh Peggy_Marco dari pixabay.com

Nilai yang fantastis! Mata mendelik kepada layar. Meski tidak tertulis pada kertas, bola mata tidak salah menilik: enam nol nol nol satu nol nol nol nol nol.

Tiga hari lalu tersisa tiga ratus ribu. Dengan penarikan dua ratus ribu pagi ini, mestinya tinggalan baki debit adalah seratus ribu. Lha kok pada monitor mesin tampak berderet sepuluh angka.

Dua kali pencet menu cek saldo, deretan angka tidak berubah. Periksa lagi, lagi dan sekali lagi, angka enam masih diikuti oleh tiga buah nol, lalu bilangan satu yang dibuntuti oleh angka nol lima kali.

Isi rongga dada meletup-letup. Saya menarik kartu debit. Membuka pintu kaca. Sepuluh langkah kemudian saya berhenti. Membalikkan badan. Menatap ruang kecil berisi mesin penyedia uang.

Perlahan rasa tak percaya berjingkat dan pikiran gembira berjingkrak, berdesakan, berlomba-lomba hendak mangkat dari jiwa saya.

Pikiran melayang-layang, namun saya tidak juga berhasil menyimpulkan apa-apa. Bahkan mimpi paling absurd sekali pun tidak mampu menerangkan penambahan saldo rekening.

Tangan saya merogoh kantong celana. Dari wadah karton persegi, tangan menarik sebatang penenang pikiran. Gemetar. Badan bergetar. Pikiran berpendar. Mata kosong menatap nanar.

Lantas, jemari menjentikkan silinder putih yang belum sempat terbakar ke dalam silinder baja mengkilap yang atasnya menganga.

Saya mengenakan helm, lalu menendang tuas, menyalakan ruang bakar.

Ah, sudah lama tombol di setang ini tidak berfungsi. Saya belum sempat, tepatnya merasa sayang menggunakan uang untuk membeli baterai (aki). Terlalu banyak daftar barang yang mesti didahulukan untuk dibeli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun