Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Cuti Kerja dan Izin Sakit di Mata Karyawan juga Pengusaha

3 Juni 2021   10:10 Diperbarui: 3 Juni 2021   10:18 1027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika seorang karyawan mengajukan izin tidak kerja karena merasa tidak enak badan, manajer sebuah perusahaan PMA berujar, 

"Disebut sakit jika tergeletak, tidak bisa bangun. Kalau hanya greges saja bisa kerja. Perusahaan menyediakan klinik!"

Secara tidak langsung, pernyataan itu menampik pengajuan izin sang karyawan untuk tidak masuk kerja.

Perusahaan itu telah menyediakan fasilitas, seperti: sarana dan prasarana olahraga, kesenian, dan kesehatan (klinik serta asuransi) bagi 1.800-an pegawainya. Jadi tidak mengherankan, jika karyawan mengalami sakit ringan dapat ditangani di klinik perusahaan.

Di sisi lain, izin tidak kerja diperlukan bila keadaan sakit itu mengganggu kinerja. 

Secara umum, cuti kerja memberikan ruang untuk: meredam kejenuhan, mengurus keperluan penting, melahirkan, bersungkawa atas meninggalnya anggota keluarga, dan sebagainya. Cuti merupakan hak karyawan.

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mewajibkan bagi pengusaha untuk memberikan cuti. 

Secara normatif, perusahaan memberikan cuti, yang terbagi menjadi:

  1. Cuti Tahunan. Perusahaan memberikan hak cuti, sekurangnya 12 hari dalam satu tahun, kepada karyawan yang telah bekerja minimal 12 bulan terus menerus dalam perusahaan.
  2. Cuti Besar. Karyawan memperoleh hak cuti 1 bulan, karena konsisten bekerja (loyal) selama 6 tahun pada perusahaan.
  3. Cuti Bersama. Diatur oleh pemerintah, karena biasanya jatuh pada hari kurang efektif, seperti "hari kejepit," hari perayaan keagamaan, dan peringatan hari besar nasional yang mengurangi cuti tahunan.
  4. Cuti Hamil. Diberikan kepada karyawati yang hamil, dengan hak istirahat 1,5 bulan masing-masing sebelum dan sesudah melahirkan.
  5. Cuti Sakit. Diberikan bagi karyawan yang tidak sehat, sehingga tidak memungkinkan untuk menyelesaikan pekerjaan atau berpotensi menularkan penyakit kepada karyawan lain, berdasarkan surat keterangan dokter.
  6. Cuti Penting. Diberikan kepada karyawan sehubungan dengan kejadian penting, semisal: yang bersangkutan menikah (3 hari); menikahkan anaknya (2 hari); mengkhitankan anaknya (2 hari); membaptis anaknya (2 hari); isteri melahirkan/keguguran (2 hari); suami/istri, orang tua/mertua/anak/menantu meninggal dunia (2 hari); anggota keluarga dalam satu rumah meninggal (1 hari).
  7. Cuti Haid. Bagi karyawati/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haid.
  8. Cuti Lain-lain. Diberikan kepada karyawan, karena: menjalankan kewajiban terhadap negara, menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya, melaksanakan tugas serikat pekerja/buruh atas persetujuan pengusaha, melaksanakan pendidikan dari perusahaan.

Amanat Undang-undang Ketenagakerjaan tersebut kemudian diimplementasikan ke dalam peraturan-peraturan perusahaan.

Jadi, cuti telah diatur undang-undang kemudian diterapkan oleh perusahaan. Jatah cuti menjadi hak bagi karyawan. Menjadi kewajiban bagi perusahaan.

Dalam beberapa hal, karyawan berhalangan sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya, karena berbagai sebab. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun