Menjadi etalase politik, ketika terjadi penggerogotan atau pelumpuhan ideologi yang digagas Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 itu demi kepentingan politik. Hal dimaksud terjadi pada periode-periode, di antaranya:
- Demokrasi Terpimpin (1959-1966) dengan paham Manipol-Usdek (Manifesto politik / Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia).
- Kepemimpinan tunggal era Orde Baru yang meredam demokrasi yang diamanatkan Pancasila dan UUD 1946, yakni dengan mengingkari check and balances. P4 merupakan kendaraan terselubung demi melanggengkan kekuasaan tunggal Orba.
- Era reformasi yang ditandai dengan runtuhnya rezim Orba. Euforia setelah terbebas dari luka dari nestapa akibat belenggu Orba melahirkan perasaan anti-Pancasila pada sebagian pihak. Fenomena ini mengental sampai hari ini.
Dengan demikian, berkali-kali Pancasila mengalami pelemahan. Falsafah negara itu menjadi pajangan saja. Sebuah etalase politik.
Belakangan, sendi-sendi luhur Pancasila dikerikiti, lalu digerogoti oleh cakar-cakar dan gerigi tikus-tikus pencuri kekayaan dan harta negara. Tikus-tikus itu berpesta-pora di atas penderitaan rakyat.
Baca juga:Â Tikus-tikus
Sudah tiba saatnya, bagi kita untuk menjaga dan merawat Pancasila, dengan menyelami nilai-nilai luhur yang tertubuh di dalamnya, yakni:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Bangsa Indonesia merupakan masyarakat religius, terdiri dari warga negara yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
2.Kemanusiaan yang adil dan beradab
Adalah sifat dan sikap moral untuk memperlakukan sesama manusia dan lingkungan secara adil dan beradab. Kita menerapkan dengan: mengakui persamaan derajat, sikap tenggang rasa, tidak semena-mena, menjunjung kemanusiaan, mengembangkan cinta kasih, dan sebagainya.
3. Persatuan Indonesia
Bermakna, bahwa seluruh penduduk Indonesia bersatu padu, tanpa membedakan asal usul dan latar belakang. Kita menerapkan dengan: menempatkan persatuan dan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan, berkorban demi negara dan bangsa, cinta tanah air, bangga dengan Indonesia, dan sebagainya.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan