Usaha mencari, menemukan, memperoleh, menata, hingga menampilkan barang koleksi didorong oleh berbagai faktor. Hobi koleksi barang bermula dari: rasa suka, minat khusus, keanggotaan komunitas, kenangan masa muda, dan alternatif investasi.
Hobi koleksi barang mewakili pemenuhan terhadap kebutuhan emosional dan fungsional. Ia juga merupakan hal positif untuk mengisi hari-hari selama bulan Ramadan.
Bagaimana bisa?
Seorang psikolog, Anastasia Satriyo menyimpulkan, bahwa kebutuhan manusia itu bertumpang tindih antara fungsional, estetika, dan emosi. Fenomena hobi koleksi pada dasarnya, kepemilikan atas benda-benda tersebut memberikan rasa nyaman bagi sang pemilik.
Mesin jahit listrik produksi tahun 1970-an; Pesawat radio tabung buatan tahun 1960-an: Pemutar Piringan Hitam; Ranjang Besi yang dibuat pada zaman penjajahan Belanda; Alquran cetakan akhir 1950; Alquran ditulis tangan; Keris warisan leluhur; Dan lain-lain.
Namun bukan itu sesungguhnya yang dimaksud dengan hobi mengumpulkan barang. Mereka sudah ada (given) sebelum saya lahir, setidaknya bukan merupakan hasil perburuan, meskipun sedikit banyak ada ikatan emosional dan kenangan tentang barang-barang kuno tersebut.
Sekarang pun, secara khusus saya tidak menekuni hobi koleksi barang, tetapi tidak demikian pada 3 dekade lalu.
Pada waktu itu, saya berpautan dengan klub mobil VW di Bandung, walaupun bukan menjadi anggota resmi. Barulah setelah kembali ke kota hujan, saya membentuk Bogor VW Club (BVC).
Baca kisahnya:Â Ini 5 Kiat agar Komunitas Langgeng
Selama berada di komunitas, didorong oleh minat dan sedikit keinginan berinvestasi (maksud saya: meraup untung), maka hobi koleksi barang yang berhubungan dengan mobil berpendingin udara itu menguat. Timbul keinginan mengumpulkan barang berupa sukucadang (sparepart/onderdil), aksesoris, stiker, sampai dengan berbagai tipe mobil bermesin boxer itu.
Apa saja lika-liku di balik hobi koleksi barang itu?
Berburu atau Mencari