Entah, apakah itu pertanda hari sudah meninggi atau masih pagi. Tiada batas yang pasti.
Yang jelas fajar telah menyingsing, matahari mengintip, meski cahayanya masih buram. Yang lebih jelas lagi adalah suara teriakan dan gemuruh mesin diesel di pagi yang muram.
Subuh telah lelap. Pada setiap pukul lima lebih seperempat, di mana langit masih berkabut dan aku masih berselimut, suara nyaring memandu sebuah truk kuning agar lolos melewati portal di depan rumah.
Setiap hari selama bertahun-tahun suara pemandu itu telah ada, semenjak aku tinggal di kompleks perumahan ini.
Rumahku berada di ujung paling muka dari bagian blok terdepan, sehingga portal dan pos penjaga tepat berada di depan halaman.
Alhasil, pada kelam yang enggan beringsut, percakapan-percakapan di antara para penjaga keamanan, dan juga obrolan basa-basi penghuni yang keluar masuk, menjadi malam terkutuk yang kian memburuk. Pikiranku sibuk mengamati pembicaraan sampai dengan mata tidak kuat menahan kantuk.
Kerap terasa, lelap hanya membungkus penat dalam sekejap. Bising menertawai raga yang meringkuk, ketika jarum panjang berayun sembilan puluh derajat mengejar jarum pendek di angka lima pada jam bergantung di dinding.
Suara nyaring pemandu sebuah truk kuning membuatku tersengal-sengal bangun. Lelah.
Aku tahu kendaraan bermesin diesel beroda enam itu diwarnai demikian. Suatu ketika, ia datang kesiangan. Kepala dan bak terbuat dari pelat besi dicat kuning, dengan huruf-huruf hitam yang menyatakan bahwa truk itu milik Dinas Kebersihan Kota.
Truk dobel berpelat nomor dasar merah tersebut bertugas mengangkut barang buangan yang diangkat dari bak penampung di depan rumah.
"Sampah!" Teriak seorang petugas ketika melihatku menyeruput kopi jam tujuh pagi di teras.