Jajanan populer Toge Goreng selain bercita-rasa gurih, juga sedap dipandang mata. Gak percaya? Ikuti penjelasan berikut.
Pada Sabtu pagi mendadak gerimis turun dari langit. Di ujung gang terdapat sebuah warung. Ke situlah tujuan saya berlabuh sekaligus mengganjal perut. Di teras rumah biru berjendela pink terletak peralatan masak dan pikulan khas pedagang Toge Goreng.Â
Ingat, ya "toge" doang! Itu bukan dari frasa yang disingkat.
Toge atau tauge adalah kecambah yang tumbuh dari biji-bijian. Tumbuhan muda yang berkecambah dari kacang hijau merupakan sayuran berwarna putih yang lazim diolah menjadi aneka masakan.Â
Kita mengenalnya sebagai salah satu unsur pembentuk gado-gado. Ibu-ibu memasaknya sebagai oseng-oseng tauge tahu kuning, atau juga tumis tauge cabai hijau ikan jambal asin.
Di Bogor dikenal olahan Toge Goreng yang dijajakan di kaki lima. Pedagang jajanan populer tersebut memiliki ciri khas: pikulan berwarna hijau merah bersilangan, nampan datar bulat terbuat dari kuningan, dan dimasak menggunakan kayu sebagai bahan bakar. Asap tebalnya membuat aroma Toge Goreng menjadi khas.
Saat pertama kali menjejakkan kaki di kota hujan, sekitar tahun 1980 an, saya mencicipi penganan rakyat tersebut. Waktu itu penjual Toge Goreng terkenal adalah Pak Gebro yang berdagang di depan Pasar Anyar.
Cara membungkusnya pun unik, bila dibawa pulang. Toge goreng dibungkus dengan daun patat (berbentuk mirip daun pisang, tetapi lebih kecil, tidak mudah robek) dan diikat dengan tali terbuat dari daun pandan liar kering.
Gabungan rasa asin, manis, dan asam membangun cita rasa gurih yang membuat nagih. Aroma asap kayu bakar demikian merangsang kelenjar ludah. Sepintas, penampilannya mirip spaghetti. Konon memang meniru pasta Italia itu, namun dengan olahan bergaya dan menurut selera lokal.