Seseorang demikian sibuk akibat perilaku terburu-buru dalam menggenapi suatu pekerjaan. Terburu-buru kadang merugikan dan dapat melenyapkan sebuah kesempatan penting.
Masa sekolah dipenuhi dengan pengalaman indah. Ada banyak romantika bisa menjadi bahan cerita. Salah satunya, saya bergabung dengan teman-teman yang sedang belajar bersama, dalam rangka menghadapi ulangan atau ujian keesokan hari. Mereka sangat serius, cenderung tegang, menghafal rumus-rumus dan jurus-jurus menjawab bermacam soal. Saya? Santai, merecoki teman yang sedang serius.Â
Rahasianya adalah, dari awal kegiatan belajar di kelas, saya berusaha keras untuk menyimak apa yang disampaikan oleh para guru dengan serius. Malamnya, saya sempatkan barang setengah jam untuk membaca buku atau mengingat pelajaran di kelas. Membolos adalah kegiatan sia-sia, sehingga ketakhadiran saya di sekolah hanya diakibatkan oleh sakit.
Dengan cara itu, pengetahuan yang diperoleh dari kelas melekat di kepala. Sampai dengan waktu menjelang ujian akhir, saya masih santai, juga tidak pernah mengikuti kelas Bimbingan Belajar seperti teman-teman lain.
Sesudah melewati pintu gerbang sekolah, saya menuju dunia kerja dan usaha yang penuh ketidakpastian. Di dalamnya hanya ada satu kepastian, yakni ketidakpastian itu sendiri.
Perlahan namun pasti, kesibukan melanda. Kekerapannya kian rapat. Bobot tanggungjawabnya semakin berat. Disibukkan oleh banyak hal. Sibuk karena terburu-buru menyelesaikan pekerjaan dalam menit-menit, bahkan detik-detik terakhir. Last Minute!
Mengutip rujukan dari The American Heritage Dictionary of Idioms by The Christine Amner, last minute atau at the last minute diterangkan sebagai, at the latest possible moment or opportunity. Nyaris serupa, McGraw-Hill Dictionary of American Idioms and Phrasal Verbs mengartikannya menjadi, at the last possible chance; in the last few minutes, hours, or days.
Kemudian, frasa itu secara bebas dimaknai sebagai, titik kesempatan dan peluang tersisa atau yang paling akhir. Sering kali dinyatakan secara dramatis atau berlebih-lebihan.
Dalam last minute, saya menghadapi situasi di mana semua hal dilakukan dengan terburu-buru, sibuk mengumpulkan segala sesuatu yang terkadang menyebabkan satu hal penting ketinggalan atau terlupakan.
Keadaan itu senantiasa menimbulkan ketegangan sekaligus kecemasan. Berbeda dengan dulu. Kemudian timbul pertanyaan, kenapa sih saya (selalu) terjebak dalam situasi last minute? Saya mengenali beberapa kelemahan yang berakar dari diri sendiri, di antaranya:
- Awalnya, terlalu sibuk belajar cara menjalani kehidupan dunia kerja, karena saya menemukan, bahwa landasan teoritis di sekolah berbeda dengan keperluan praktis.
- Dalam keadaan tertentu, kerap menunda-nunda pekerjaan dan merasa waktu masih longgar. Istilah lain: M.A.L.A.S.
- Kesibukan tersebut menumpuk, lalu berkejaran dengan waktu alias selalu berada dalam keadaan serba kepepet.
- Kadang-kadang menyepelekan proses, prosedur, dan detil pekerjaan dengan sebuah keyakinan, "gampang, besok juga pasti beres."
Dengan hal-hal di atas, saya senantiasa sibuk, berada dalam situasi kepepet, dan menyelesaikan pekerjaan secara terburu-buru alias at the last minute. Pada akhirnya, perilaku itu menumbuhkan tekanan-tekanan kepada emosi dan jasmani, bahkan menyebabkan kehilangan peluang penting.