Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Ternyata Pengganti Daging dan Telur Melimpah dengan Harga Murah

28 Januari 2021   09:55 Diperbarui: 29 Januari 2021   13:23 2038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Realitanya, negeri Gemah Ripah Loh Jinawi ini bergantung kepada bahan pangan impor, tingkat sensitivitas ketergantungannya amatlah tinggi.

Kekisruhan harga daging dan kedelai selalu berulang. Tidak akan pernah selesai, selama tidak ada komitmen (nyata, bukan indah di atas kertas, apalagi retorika) dari pemerintah untuk membangun kemandirian bahan pangan.

Belakangan tersiar kabar, terjadi pemogokan para penjual daging. Alasannya, harga jual kepada umum melambung tinggi, sebagai akibat melonjaknya harga perolehan sumber protein hewani itu. Australia membatasi ekspor sapi dengan menaikkan harga sapi bakalan.

Sebelumnya, produsen dan penjual tahu tempe mogok, karena harga bahan baku naik, diakibatkan oleh melonjaknya harga kedelai dunia.

Menghadapi kekisruhan itu, lagi-lagi birokrat bersikap reaktif: ada masalah, barulah sibuk mencari solusi.

Kenaikan harga kedelai berpengaruh terhadap kenaikan harga pakan ayam petelur. Diketahui, ampas kedelai merupakan bahan yang digunakan dalam pembuatan pakan ternak.

Berbanding terbalik, harga pasaran telur makin merosot, akibat serapan yang tinggal 60 persen sebagai imbas penurunan daya beli masyarakat selama pandemi.

Namun pengamat lain menampik, masalah itu terjadi bukan semata-mata sebab naiknya pakan ternak dan rendahnya daya beli masyarakat, tetapi dipicu oleh kesalahan tata kelola sejak dulu. (Selengkapnya dapat dibaca di sini).

Apabila pernyataan itu benar, bisa-bisa peternak enggan memelihara ayam petelur. Lalu ketersediaannya menjadi langka. Ah, pikiran itu melambung terlalu jauh, ya.

Daripada memboroskan energi demi memikirkannya, lebih baik kita mencari alternatif sumber protein lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun