Bagaimana modusnya?
Setiap hari bule itu berkeliaran ke hampir seluruh wilayah Bali, bukan hanya di sekitar Kuta. Ia berburu ukiran, barang kerajinan, dan furnitur dari bengkel pengrajin setempat. Bermodalkan kamera bagus, turis yang biasa bersepeda-motor itu memotret obyek sedemikian rupa, sehingga foto-foto yang dihasilkannya menjadi menarik.
Tidak dicetak di atas kertas foto, tetapi kumpulan gambar tersebut disusun secara digital berupa katalog berbahasa Perancis. Tiap-tiap foto dibubuhi kode produk dan harga.
Kemudian katalog digital itu dikirim melalui internet ke tetangga, kerabat, dan kenalan di negaranya. Setelah ada pesanan, ia membeli barang dimaksud dengan harga pasaran setempat dan segera mengirimnya ke Perancis.
Bule yang turis itu pun tersenyum lebar. Ia menerima pembayaran berlipat-lipat dari nilai beli dan tidak perlu membayar pajak atas pertambahan nilai maupun penghasilan.
Berapa banyak bule dengan visa turis melakukan modus serupa? Entahlah! Hanya rumput bergoyang yang bisa menjawabnya.
Pada kesempatan lain, saya makan bersama gadis-gadis Jepang di Warung Made. Sebagian bule Jepang nan cantik itu menikahi pemuda WNI, agar bisa berinvestasi kapal penangkap ikan lengkap dengan processing-nya. Lalu, ikan tuna segar dikirim ke para pembeli di Jepang. Tiga bulan sekali mereka pulang, dengan membawa kain berukuran tertentu untuk dijual kembali di negaranya. Selisih hasil penjualan bahan kimono itu bisa menutup ongkos pesawat.
Apakah mereka membayar pajak sebagaimana mestinya? Pemahaman saya tidak sejauh itu.
Sekian tahun kemudian di Jakarta, dari bule Korea seorang rekan membeli barang impor. Dokumen menyatakan, isi kontainer adalah barang-barang bekas eks-Jepang, berupa: forklift, generator set, mesin pompa industri, dan lainnya, seharga Rp 100 juta. Murah dong!
Setelah mengurus tetek-bengek pengeluaran kontainer dari lapangan penumpukan di Tanjung Priok, maka segel Bea Cukai boleh dirobek.
Isinya sesuai dengan packing list:Â barang-barang bekas yang sudah tidak berfungsi! Bahkan generator dan mesin-mesin merupakan peninggalan Perang Dunia Kedua, dalam arti sesungguhnya. Rupa-rupanya avonturir dari Korea itu menjual rongsokan eks bongkaran pangkalan Amerika di Jepang. Belakangan, petualang itu lenyap bagai ditelan belantara hutan beton.