Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bahagia adalah Ketika Mampu Menghantarkan Kebahagiaan

16 Desember 2020   05:56 Diperbarui: 16 Desember 2020   09:21 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari pixabay.com

Bisa jadi kebahagiaan merupakan ihwal yang senantiasa dicari oleh manusia di sepanjang perjalanan hidupnya.

Kemudian berbagai penjelasan menerangkan pengertian kebahagiaan. Beragam kata bijak tercipta demi menegaskan kehendak tersebut.

Merriam Webster mendefinisikan kebahagiaan (happiness) sebagai suatu keadaan dalam kesejahteraan (well-being) dan kesenangan (joy). Arti lainnya adalah tentang pengalaman menyenangkan (pleasurable) atau memuaskan (satisfying).

Dengan kata lain, kebahagiaan adalah alam pikir dan perasaan yang berkaitan dengan kepuasan, kesenangan, kesejahteraan, kenikmatan dan sifat-sifat sejenisnya. 

Keadaan abstrak tersebut oleh para peneliti dihubungkan dengan kondisi sehari-hari: interaksi sosial, status pernikahan, pekerjaan, kesehatan, kebebasan demokrasi, optimisme, keterlibatan religius, penghasilan serta kedekatan dengan orang-orang bahagia lainnya (dikutip dari Wikipedia).

Oleh karenanya pemahaman kebahagiaan bisa berbeda pada setiap orang, tergantung keadaan alam pikir dan perasaannya di saat-saat tertentu.

Kebahagiaan juga didapatkan ketika melihat orang lain berbahagia, dengan cara berbagi, memberi, menyantuni dan upaya lain demi menghantarkan kebahagiaan.

Namun bagi saya, sebuah kenangan telah memantik kebahagiaan kendati telah lama berlalu, yaitu perasaan bahagia melihat orang lain mendapatkan kebahagiaan. Saya merasa seperti menghantarkan kebahagiaan kepada orang lain.

Seperempat abad lampau, kantor tempat saya bekerja memperoleh proyek besar yang membutuhkan dukungan pabrikan. Karena bahan pembentuknya bersifat spesifik, akhirnya diputuskan untuk membuat pabrik pendukung, yakni pabrik kusen dan pabrik bata dengan disain tertentu.

Singkat kata, dua kolega bersama saya mencari lahan yang sesuai untuk dibangun menjadi pabrik bata.

Di luar perkiraan, ternyata diperoleh lahan berikut pabrik dan sebuah rumah.

Kisah tentang hal tersebut dapat dibaca di sini.

Menurut penuturan pemimpin cabang sebuah bank di Cirebon, yang sempat menguasai harta tetap itu, pabrik dan rumah tadinya dimiliki oleh seorang penghasil genteng di Jatiwangi, Jawa Barat.

Dengan menjaminkan asetnya, pengusaha tersebut mendapatkan pinjaman bank. Dalam perjalanannya, pembayaran bunga utang tersendat. Sampai akhir periode pinjaman, pelunasan kredit tersumbat.

Mismanagement!

Penagihan yang berlarut menyebabkan lahan pabrik berserta isinya disita Bank. Rumah yang ditinggalinya mestinya di-beslag juga, tetapi pihak bank untuk sementara waktu tidak mengusir penghuninya, kecuali beralih status kepemilikannya. Penghuni mengerti kesepakatan itu.

Dalam suatu kesempatan, kolega dan saya membawa sertifikat beserta dokumen lain dan sejumlah uang kompensasi untuk pengosongan rumah. Dengan gagahnya kami bertiga membincangkan rencana penggunaan rumah itu sebagai kantor perwakilan.

Tiba di lokasi, kami menemui penghuni rumah, seorang ibu renta. Beliau bercerita, bahwa dulu suaminya merupakan salah satu pengusaha besar penghasil genteng. Waktu itu, merek gentengnya tenar dan membuatnya menjadi orang terkaya di daerah tersebut.

Kemudian anaknya tergoda untuk mendapatkan pinjaman bank dengan dalih untuk investasi baru dan meningkatkan modal kerja.

Namun pengelolaan kredit tersebut tidak sesuai rencana, terjadi penyimpangan penggunaan (side streaming). Kesalahan manajemen tersebut menyebabkan dokumen-dokumen jaminan dikuasai mutlak oleh bank.

Tetapi apapun kisahnya, pengosongan tetap akan dilakukan. Kami meminta kepastian tentang waktu dan proses legal pengambilalihan. Untuk itu kami meminta kesanggupan dari sang suami yang namanya tercantum dalam sertifikat.

Tidak butuh waktu lama, ibu itu mendorong seseorang pria yang duduk di atas sebuah kursi roda. Lusuh, lumpuh, lemah tidak mampu menggerakkan bagian tubuh, dan berbicara terbata-bata sulit dipahami, karena stroke. Penyakit kronis telah membuat pria yang tadinya kaya raya itu menjadi tiada daya.

Terbang semua perihal yang dirancang dalam kepala. Pilu menyergap, lidah mendadak kelu.

Dalam hitungan sekon, kami pun meletakkan sertifikat rumah, dokumen pendukung, serta uang yang telah disiapkan sebelumnya di atas pangkuan pria renta takberdaya. Mata keriputnya berair.

Sebelum bendungan di kelopak mata ikut ambrol, kami segera berpamitan.

Tiga orang dalam perjalanan menuju penginapan beku membisu. Angan terbang menuju awan, merancang sejuta alasan ke kantor.

Namun saya bahagia. Hari itu saya telah menghantarkan kebahagiaan kepada orang lain yang tidak berdaya apa-apa. 

Saya percaya, kedua orang kolega merasakan hal yang sama.

Akhirnya didapatkan definisi, bahwa kebahagiaan adalah keadaan pikiran dan perasaan yang bukan semata mengenai kepuasan, kesenangan kesejahteraan diri sendiri, tetapi diperoleh dengan menghantarkan kebahagiaan (connecting happiness) kepada orang lain. Dengan kata lain: Berbagi; Memberi; Menyantuni.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun