Dengan segala daya upaya Bu Santi membesarkan anaknya dan menjaga ibunya yang berusia 80 tahun ditambah 4 anak asuh yang dipesantrenkan.
Tiada pekerjaan tetap, tetapi wanita tangguh itu memaksimalkan kemampuan dalam mengolah makanan. Â Selama itu Ia berdagang di pasar, bekerjasama dengan pihak ketiga. Kerjasama tersebut akhirnya kandas.
Baru dua minggu terakhir, orang tua tunggal itu membuka usaha penjualan penganan, menempati teras rumah yang diiklankan "sedang dijual". Barang dagangan berupa: nasi uduk, bihun dan mi goreng, serta gorengan (tempe, bakwan, risoles, pisang).
Saat foto dalam ilustrasi diambil jam setengah sepuluh pagi, gorengan tersisa bakwan. Ibu yang tomboy itu bersiap ke pasar, untuk belanja beberapa bahan baku. Akan buka lagi setelah lohor sampai sore harinya.
Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2008 skala usaha tersebut dapat dikategorikan sebagai usaha mikro. Semestinya turut dalam program Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau menerima Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM) sebesar Rp2,4 juta.
Bu Santi tidak menerima BPUM. Ia "kapok" karena menurut penuturannya, RT/RW setempat tidak transparan dalam proses pengurusannya, bahkan cenderung mengistimewakan "orang dekat" yang tidak memiliki usaha.
Oleh karenanya, ia tidak mau lagi dan tidak akan berurusan dengan bansos dan semacamnya.
Mudah-mudahan kasus tersebut hanya menimpa Bu Santi dan bukan merupakan fenomena umum serta tidak berlaku di tempat lain.
Selain tomboy, mantan pemain bola voli yang berbadan kekar itu terlihat percaya diri menghadapi hidup, kendati hanya mengandalkan penghasilan dari berdagang penganan.
Juga pantang bagi Bu Santi untuk mengundang keibaan orang lain, mengutuk keadaan, merengek-rengek meminta kemudahan, apalagi menengadahkan tangan kepada orang lain (di antaranya, meminta Bansos, BLT dan sejenisnya).