Sejak beberapa hari lalu kata "anjay" menjadi polemik di jagat medsos. Hal itu bermula dari pernyataan resmi Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) yang menyerukan penghentian kata "anjay", Sabtu  (29/8/2020).
Alasannya, kata "anjay" digunakan untuk merendahkan martabat seseorang. Menurut nalar Komnas PA, istilah itu adalah kekerasan verbal yang dapat dipidanakan, sesuai UU No 34 Tahun 2004 tentang Perlindungan Anak.
Untuk itu, Komnas PA meminta dukungan Dewan Perwakilan Rakyat demi aturan mempidanakan penggunaan kata "anjay".
Sebagian warganet mempertanyakan kepentingannya dan menyatakan keheranannya atas larangan tersebut. Sebagian lagi menyoalkan, kenapa institusi tersebut mengurusi hal yang sifatnya remeh-temeh.
Diksi "anjay" digunakan dalam bahasa pergaulan sehari-hari. Dalam pergaulan, diksi tersebut digunakan untuk menyatakan kekaguman, pujian, kedekatan atau keakraban sesama teman sebaya.
Sepanjang pengetahuan, istilah itu tidak merujuk kepada ujaran merendahkan atau merupakan kekerasan verbal.
Belum pernah terdengar kata tersebut disampaikan kepada orang yang lebih tua atau yang dihormati. Umumnya digunakan di antara teman sebaya yang sudah akrab.
Konotasi dan penempatannya tidak dalam kerangka kemurkaan terhadap seseorang.
Menurut pemahaman ini, "anjay" mirip dengan sapaan seorang sahabat lama kepada saya,
"Jancuk, sik urip tah ko'en Iki? Suwe gak ketemu, tak kiro wis ketam," (Jancuk, ternyata kamu masih hidup. Lama tak bersua, Saya kira sudah wafat).
Kalimat tersebut sepertinya tidak patut diucapkan dan menyinggung perasaan. Namun saat mengetahui konteks penggunaannya terhadap teman sebaya yang sudah tidak lama bertemu, ujaran tersebut lebih mengekspresikan keakraban.