Ketika kota masih berselimut kabut, aku telusuri sunyi sampai tiba di taman, yang kurasa sebagai alamat paling tenteram, lalu menghampiri bangku tempat kita pernah duduk berdua.
Bangku taman itu tidak berubah, hanya sedikit basah oleh embun halimun semalam, terperangkap cat coklat kusam, yang mengelupas beberapa bagiannya.
Taman itu nirwana bagi daun-daun, meluruh satu demi satu, rebah dalam damai di atas rerumputan, juga taman bahagia, bagi burung- burung merpati, berkeliaran riang menjemput, tawa renyahmu menaburkan remah-remah roti.
Aku meyakini, bangku dan taman masih sama seperti dulu, terekam dalam lamunan, menuturkan runtuhnya embun beserta daun-daun.
Burung-burung merpati pun, masih tetap berkeliaran riang menunggu, remah-remah roti yang kutaburkan bersama kenangan tentangmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H