Ada cinta yang biasa saja, ada pula cinta melekat seperti coklat merapat pada rongga mulut. Demikian mabuk kepayang, sehingga tak akan mudah melepaskan diri dari cengkeraman halimun hangat keluar dari bibir kering merekah pecah-pecah.
Tidak kurang dari tiga bungkus dibakar menjadi asap dalam sehari semalam. Kuakui itu pelarian keliru, rokok membuatku kecanduan semenjak wanita pujaan hati berpaling lalu menikah dengan lelaki pilihan keluarganya.
Berkali-kali aku berusaha menghentikan ketergantungan kepada tembakau. Berhenti merokok satu bulan, terjerumus lagi dalam kebiasaan buruk itu, bahkan lebih parah setelahnya.Â
Setidaknya, aku menjajal mengurangi. Lumayan, sebelumnya lima, sekarang tiga bungkus rokok sehari. Dengan niat baik, targetku kelak adalah bertahap mengurangi, dari sebungkus sehari lalu berhenti sama sekali.
Itu rencanaku, sehari lalu.
Tetapi ada kalanya, niat baik luluh tunduk kepada niat luhur lainnya:
Keinginan berhenti dari kebiasaan merokok --setidaknya menguranginya menjadi sebungkus perhari-- sekali ini harus ditunda sebentar. Perasaan siapa tidak lemah ketika berjumpa penjaja rokok.
Betapa tidak?
Kendati bulir-bulir peluh merambat pada anak-anak rambutnya yang bergelombang lembut di beningnya kening, ia bersikukuh menawarkan sebungkus rokok.
Satu lagi tidak mengapa.
Dalam dalam tas ransel tersimpan lima bungkus.