Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Matahari Seperempat

9 Maret 2020   07:09 Diperbarui: 9 Maret 2020   07:57 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh RENE RAUSCHENBERGER dari pixabay.com

Berbeda dengan lelaki pujaanku, aku ingin selalu menenggelamkan diri pada dada bidangnya. Kenyamanan dan keamanan melenakan ketika berada didekapannya.

Lebih dari sekedar materi, yang sulit aku ceritakan kepada sesiapa.

Ekor mataku melompat menembus jendela kaca. Seorang pria merenggut kasar seorang anak perempuan dari pelukan wanita kusam yang bersusah-payah mempertahankannya. Nampak amat lemah menandingi pria berangasan.

Tidak terdengar apa yang diperdebatkan mereka, tetapi sebuah naluri mendorongku berjalan keluar dan menyambangi kebrutalan tersebut.

Bayangan kelam masa silam menghantui.

Aku tidak bisa melupakan seorang pria biasa, yang mengaku sebagai suami ibuku, namun bejatnya telah merampas beliaku. Berkali-kali ia mengoyak-moyak harga diriku.

Bertahun-tahun menderita dalam ancamannya dan pada saat ini, aku tidak ingin  anak perempuan itu mengalaminya.

Aku datang tepat pada saat tangan legam penuh tato berhasil merebut anak perempuan yang sedang menangis dari genggaman tangan keriput wanita ringkih itu.

"Lepaskan...!

"Siapa kau?", suara serak meluncur melalui gerigi kuning pria bermuka parut. Berandalan berwajah masam itu tetap merampas dan menyeret anak perempuan yang menangis meminta pertolongan kepada wanita yang sudah tidak  punya daya.

Aku menghentikan langkah pria itu, dengan menghentakkan tangannya. Tarik menarik tidak seimbang, sampai ketika lelaki pujaanku menghajar hidung pria itu sehingga tersungkur di atas trotoar. Lepas pula cengkeramannya pada anak perempuan yang kemudian kuraih dan kupeluk erat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun