Pada tanggal 28 Desember 1941, selusin tentara Cekoslowakia menyusup ke Praha untuk merancang pembunuhan atas Reinhard Heydrich, "Jagal dari Praha" atau "The Hangman", yakni salah satu pimpinan Schutzstaffel (SS) Nazi yang juga menjabat sebagai komandan Gestapo dan Kripo.
Tentara dalam pengasingan tersebut secara rahasia dilatih di Inggris untuk kegiatan intelejen dan sabotase terhadap aliansi Jerman. Sebuah bom berhasil diledakkan pada mobil Mercedes 320 tanpa atap yang ditumpangi penjahat perang tersebut.
Operasi itu disebut Anthropoid, suatu operasi senyap yang dirancang untuk melenyapkan algojo kejam Nazi.
Belum lama diberitakan, bahwa puluhan kapal nelayan asing beraksi di perairan Indonesia menjarah kekayaan hayati yang diakui secara hukum internasional merupakan hak berdaulat.
Perlu diketahui bahwa hak berdaulat tersebut didasarkan pada Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang diatur dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1983, yakni mengacu kepada batas 200 mil diukur dari landas kontinen atau garis pangkal laut Indonesia. Batas tersebut diakui menurut hukum internasional.
Dengan batas itu Indonesia memiliki hak berdaulat untuk mengeksploitasi dan mengeksplorasi terhadap kekayaan hayati maupun non-hayati, pembangunan pulau buatan, kegiatan ilmiah tentang kelautan, perlindungan serta pelestarian ekologi laut.
Khusus dalam pemungutan kekayaan hayati, dengan yurisdiksi itu kapal nelayan domestik bebas menangkap dan membudidayakan ikan serta potensi laut lainnya di perairan Indonesia sesuai ketentuan. Kapal asing dibolehkan menangkap ikan dalam ZEE, sepanjang memenuhi peraturan yang berlaku.
Terhadap laporan masuknya kapal pukat gandeng asing tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo menanggapi dengan pernyataan:
"Sesuai tupoksinya, begitu ada, kelihatan di alat kontrol, enggak perlu disuruh. Langsung tindak lanjut. Dikejar, ditangkap. Ini operasi senyap enggak boleh kita ngomong," kata Edhy saat ditemui di Lombok Tengah, Kamis (26/12/2019).
Sikap Edhy Prabowo di atas merupakan anti-klimaks dari gaya Susi Pudjiastuti yang mengedapankan tindakan menenggelamkan kapal nelayan asing liar memasuki perairan Indonesia, yang kemudian menggentarkan dan mencegah orang asing melakukan pencurian kekayaan laut.
Tindakan Susi Pudjiastuti, bisa dibilang, mirip dengan strategi Deterensi yang digunakan dalam periode Perang Dingin antar negara adidaya.
Deterensi adalah tindakan sebuah negara dalam "menggertak" negara-negara musuhnya, biasanya dengan kekuatan nuklir dengan daya penghancuran yang dahsyat.
Sebaliknya, negara lawan akan memamerkan kekuatan nuklir yang meluluh-lantakkan. Negara-negara adidaya dan negara pembuat senjata nuklir saling adu unjuk kekuatan, berupa kuantitas persenjataan maupun uji coba peledakan hulu nuklir.
Alhasil, derajat deteren atau gertakan dengan senjata nuklir selalu dikembangkan dan disiapkan tetapi pada kenyataannya tidak pernah benar-benar dipergunakan untuk saling serang.
Dengan kekuatan deteren yang menggentarkan telah mencegah terjadinya perang nuklir sesungguhnya dengan efek menghancurkan.
Tentu saja Susi Pudjiastuti tidak menggunakan nuklir untuk menggentarkan pencurian ikan oleh kapal nelayan asing di perairan Indonesia.
Ia melakukan ancaman dan tindakan sungguh-sungguh dengan menenggelamkan kapal-kapal nelayan asing yang menjarah kekayaan perairan Indonesia, apapun yang terjadi. Penenggelaman itu menjadi deterensi atau daya gertak yang menggentarkan sehingga mencegah nelayan asing untuk memasuki wilayah ZEE.
Kata-kata Susi "tenggelamkan" menjadi mantra dan kemudian tindakan nyata yang menggentarkan, menakutkan dan membuat pemilik kapal asing berpikir dua kali untuk memasuki perairan Indonesia.
Sedangkan penggantinya, Edhy Prabowo, bersikap kalem tidak meledak-ledak, konon "sudah dan sedang" melakukan operasi senyap. Operasi prosedural --tipikal cara kerja politisi-- yang dilakukan secara diam-diam sesenyap mungkin sehingga tidak diketahui "lawan" dan publik.
Jika yang dimaksud dengan "operasi senyap" adalah serupa operasi Anthropoid di Praha Cekoslowakia, seperti digambarkan di awal artikel, tentunya akan membangkitkan kisah epik mengenai penyusupan, kegiatan intelejen, spionase dan sabotase oleh pihak KKP kepada markas nelayan negara asing. Kemudian akan terbersit berita tentang kehancuran sentra nelayan di sebuah negara asing tanpa mereka sadari siapa pelakunya.
Ternyata romantisme semacam itu tidak pernah diberitakan, tidak ada kejadian. Barangkali saking senyapnya tindakannya, tidak terasa sama sekali pengaruhnya saat ini. Atau jangan-jangan tidak pernah ada tindakan?
Sikap yang melunak itu dikhawatirkan akan membangkitkan keberanian nelayan asing  kembali menyauk di perairan Indonesia. Jadi, bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam menghadapi kapal nelayan asing yang memasuki perairan Indonesia, lebih baik melakukan operasi senyap yang tidak terasa pengaruhnya atau deterensi dengan efek menggentarkan seperti sebelumnya?.
Sumber bacaan:Â 1, 2 dan 3
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H