Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Menteri KKP, Preferensi Antara Operasi Senyap dan Deterensi

28 Desember 2019   21:03 Diperbarui: 29 Desember 2019   05:18 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Edhy Prabowo dan Susi Pudjiastuti saat acara pisah sambut Kementerian Kelautan dan Perikanan di Jakarta, Rabu (23/10/2019). Presiden Joko Widodo melantik Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan di Istana Negara pada Rabu (23/10/2019) Pagi.(KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Deterensi adalah tindakan sebuah negara dalam "menggertak" negara-negara musuhnya, biasanya dengan kekuatan nuklir dengan daya penghancuran yang dahsyat.

Sebaliknya, negara lawan akan memamerkan kekuatan nuklir yang meluluh-lantakkan. Negara-negara adidaya dan negara pembuat senjata nuklir saling adu unjuk kekuatan, berupa kuantitas persenjataan maupun uji coba peledakan hulu nuklir.

Alhasil, derajat deteren atau gertakan dengan senjata nuklir selalu dikembangkan dan disiapkan tetapi pada kenyataannya tidak pernah benar-benar dipergunakan untuk saling serang.

Dengan kekuatan deteren yang menggentarkan telah mencegah terjadinya perang nuklir sesungguhnya dengan efek menghancurkan.

Tentu saja Susi Pudjiastuti tidak menggunakan nuklir untuk menggentarkan pencurian ikan oleh kapal nelayan asing di perairan Indonesia.

Ia melakukan ancaman dan tindakan sungguh-sungguh dengan menenggelamkan kapal-kapal nelayan asing yang menjarah kekayaan perairan Indonesia, apapun yang terjadi. Penenggelaman itu menjadi deterensi atau daya gertak yang menggentarkan sehingga mencegah nelayan asing untuk memasuki wilayah ZEE.

Kata-kata Susi "tenggelamkan" menjadi mantra dan kemudian tindakan nyata yang menggentarkan, menakutkan dan membuat pemilik kapal asing berpikir dua kali untuk memasuki perairan Indonesia.

Sedangkan penggantinya, Edhy Prabowo, bersikap kalem tidak meledak-ledak, konon "sudah dan sedang" melakukan operasi senyap. Operasi prosedural --tipikal cara kerja politisi-- yang dilakukan secara diam-diam sesenyap mungkin sehingga tidak diketahui "lawan" dan publik.

Jika yang dimaksud dengan "operasi senyap" adalah serupa operasi Anthropoid di Praha Cekoslowakia, seperti digambarkan di awal artikel, tentunya akan membangkitkan kisah epik mengenai penyusupan, kegiatan intelejen, spionase dan sabotase oleh pihak KKP kepada markas nelayan negara asing. Kemudian akan terbersit berita tentang kehancuran sentra nelayan di sebuah negara asing tanpa mereka sadari siapa pelakunya.

Ternyata romantisme semacam itu tidak pernah diberitakan, tidak ada kejadian. Barangkali saking senyapnya tindakannya, tidak terasa sama sekali pengaruhnya saat ini. Atau jangan-jangan tidak pernah ada tindakan?

Sikap yang melunak itu dikhawatirkan akan membangkitkan keberanian nelayan asing  kembali menyauk di perairan Indonesia. Jadi, bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam menghadapi kapal nelayan asing yang memasuki perairan Indonesia, lebih baik melakukan operasi senyap yang tidak terasa pengaruhnya atau deterensi dengan efek menggentarkan seperti sebelumnya?.
Sumber bacaan: 1, 2 dan 3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun