Raka kalang kabut mengenakan baju semalam setelah mengguyur badan serba pesat. Terjaga saat fajar sudah basi, sementara perjalanan menuju Condet masih jauh ditempuh. Pukul sembilan ada pemilihan dimana ia menjadi sponsor terhadap sepuluh kandidat yang akan mengikuti audisi. Melirik selintas peraduan kusut-masai bekas bersabung semalam, wajah kuning pucat nampak luruh teduh dalam kemolekan senyum yang mampu meluluhkan kekuatan hati para lelaki, masih terlelap. Perutnya bergurat-gurat putih seperti pernah berbadan dua.
"Bisa jadi ia sudah bersuami" batin Raka.
Di ranjang terpisah dilihatnya wanita satu lagi berkulit eksotis namun lebih garang menelanjangi alas tidur lalu membuat bantal guling berhamburan, terlentang gamblang tanpa benang. Dua wanita muda metropolis itu ditemukannya gelayaran ketika keluar diskotik. Mereka mengangguk atas tawaran tumpangan pulang lalu berujar ganjen di dalam mobil yang sempoyongan:
"Terserah deh....mau dibawa kemana!!!".
Ketiga insan terhuyung-huyung akibat pengaruh banyak minuman beralkohol kemudian melabuhkan selira penuh gairah di kamar hotel kawasan Hayam Wuruk.
###
Perawakannya biasa saja seperti pria kebanyakan, raut wajah juga tidak terlalu istimewa. Sorot matanya tajam, bersiap menerkam mangsa lugu. Berbicara senantiasa melontarkan rayuan mendayu-dayu diakhiri dengan tertawa membahana. Inilah yang menyebabkan banyak wanita petualang senja menjatuhkan pilihan.
Sebuah iklan mini koran lapuk menginspirasi:
 "Dibutuhkan wanita berusia maksimum 25 tahun untuk bekerja di luar negeri, berpenampilan menarik. Hubungi......".
Pengalaman sebagai pedagang alat rumah-tangga keliling keluar masuk dukuh membuatnya kaya akan perspektif tentang keayuan bersahaja dibalik nuansa kemeralatan mendera. Raka menelpon nomer tersebut, manggut-manggut seketika sebuah gagasan terbias:
"Bagaimana bila aku mencari wanita belia dari kampung yang selama ini disusuri lantas dikirim ke alamat di atas. Aku mempunyai peluang memperoleh komisi dari perusahaan itu dan dari mereka yang diterima bekerja".