Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[MPK] Awal Dari Sebuah Akhir

10 Juni 2011   14:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:39 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

PROLOG

Terkadang cinta itu buta, dan terkadang yang membutakan hati seseorang itu adalah cinta.

Bahkan, seorang Ksatria sekalipun takluk oleh seorang “wanita”…

Dan tak jarang wanita, menjadi objek dari sebuah cinta sang Pria!

* * *

“Pak Ahwa, dari Bu Inta di line tiga, mau diterima..?”

Suara lembut meluncur dari balik speaker pesawat telpon. Malam ini Inta akan makan malam disini, restoran semi fine-dining dengan masakan gaya western, oriental, dan Indonesia.

Tiba-tiba ingatan Ahwa kembali ke sekitar tiga minggu lalu, saat pertama bertemu dengan Bu Inta. Greeter menyambut sepasang manusia -yang elok rupawan bak di kisah-kisah pewayangan- di pintu masuk lounge, bercakap sejenak, mempersilahkan duduk, lalu gadis manis itu bergegas menuju tempat Ahwa berdiri:

“Pak, bu Inta dan pak Ama dari sudah datang...”

“Terimakasih, Lia yang baik..”

“Selamat siang Ibu Inta...... Nama saya, Ahwa, General Manager No-Limit Lounge & Cafe, senang berjumpa dengan bu Inta dan pak Ama. Selamat datang...”

Pembicaraan setelah menghabiskan hidangan terbaik, Roasted US Duckling dan Lobster Ala Thermidor, menghasilkan kesepakatan untuk menggunakan restoran yang terletak di kawasan Kebayoran Baru itu sebagai venue penyelenggaraan acara marketing gathering perusahaan, tempat bu Inta dan pak Ahwa bekerja. Itulah awal rencana jahanam tumbuh di benak Ahwa setiap malam hendak tidur.

Dengan jabatan sebagai Corporate Secretary PT. Chakra Sinatriya, sebuah perusahaan kontraktor terbesar di Jakarta, banyak pria hebat dan berkelas ingin mendekatinya. Selain posisinya yang strategis, Inta adalah wanita tercantik yang pernah Ahwa temui, bahkan dibanding night-life socialite yang selalu dihamburi wanita-wanita gemintang seksi dan berperilaku easy going. Mungkin Ahwa terlalu jenuh bergaul dengan mereka, sehingga Inta menjadi semacam kunang-kunang emas yang berkelip di keremangan kehidupan malam. Ia bukan tipikal wanita hang-outer, bukan pula wanita yang mudah ditundukkan dengan gemerlap cahaya artifisial. Semakin lama semakin kuat desakan dari rongga dada Ahwa untuk menguasai dan merebut hati Inta. Ia adalah sebuah tantangan dahsyat baginya. Beberapa pertemuan berikutnya, sampai dengan saat penyelenggaraan acara perusahaan itu telah membuatnya semakin dekat dengan Inta. Ya, kalau hanya berdua ia hanya mau dipanggil nama saja, tidak perlu pakai “Ibu”, yang meyakinkan Ahwa bahwa Inta memiliki rasa yang sama.

* * *

Cahaya yang berpendar,

Menebar debar,

Menerbit pesona

Bukan seperti cahaya yang memancar dari keelokan wajahmu

Bukan juga kilat-kilat sinar kerlingmu

Bukan senyum sendu yang membuatku beku

Entahlah,

Mungkin itu semburat cahaya sejatimu,

Yang meliarkan rasa dalam kalbu,

Lalu mematikan akalku,

Membekukan nadiku,

Menghentikan detak jantungku,

Pastinya,

Jika engkau adalah cahaya kasih sayang,

Aku ingin segera menyucikan diri, agar tulus menghampiri cahayamu

Dan saat bisa memasuki lorong cahayamu, maka aku meleleh menjadi cahaya itu

Entah apa yang terjadi, baru kali ini Ahwa -seorang pesohor kehidupan malam kawasan Jakarta Selatan yang biasa mereguk sarimadu beragam wanita pengunjung bar dengan tukaran setara sebotol tequilla- merasa gelisah hendak bertemu lagi dengan Inta. Dan kerlingan nakal Ayi, batender girl yang telah beberapa kali ditidurinya, tidak mampu menggodanya sepicingpun.

Kedatangan Inta, sendirian, membuat hatinya bersorak-sorai. Malam ini Ahwa telah menyiapkan apapun demi mengambil hati Inta sang wanita pujaan hati. Ia telah memesan masakan khusus buatan Chef, Chicken Stew yang telah marinated dengan red wine dan L&P sauce, disajikan dengan mesh potatoes lalu disiram dengan coconut milk sauce. Sebuah main course lezat namun tidak terlalu berat bagi seorang wanita. Selain lemon squash kesukaaan Inta, iapun telah menyiapkan white wine, dan tiramisu sebagai penutup.

Sambil menarik kursi, agar Inta bisa duduk, Ahwa berbisik di telingan Inta:

“.............aku tidak punya cukup ungkapan yang baik untuk menyatakan bahwa kamu cantik sekali malam ini. Untuk itu aku telah menyiapkan hidangan istimewa, yang mudah-mudahan mampu bersanding dengan keindahan yang kamu pancarkan”

“Ahwa...kamu berlebihan menyanjungku, tetapi aku suka...”

“Tidak Inta, aku sama sekali tidak berlebihan. Lagipula ini bukan suatu sanjungan, namun hanya ungkapan perasaan kagum terhadapmu…” Sahut Ahwa cepat.

“Ah, kamu bisa saja…” Inta berbisik lirih, dengan pipi kemerahan.

“Dengar Inta, yang namanya sanjungan adalah perkataan yang memuji secara berlebihan. Metafora. Tapi yang aku ucapkan barusan adalah benar dari dalam lubuk hati yang paling dalam. Dan juga tidak ada faedahnya aku memujimu, sedangkan tidak dipuji pun, kamu memang sangat indah…”

“Hampir sempurna” gumam Ahwa dengan tertahan, sambil kepalanya mendongakkan keatas langit-langit ruangan. Seperti seseorang yang sedang memikirkan sesuatu.

“Justru itu, Ahwa. Aku malah takut dengan sesuatu yang terlalu Sempurna. Bahkan lebih. Karena bagiku, kesempurnaan itu adalah suatu yang sangat tidak baik untuk diriku maupun orang-orang di sekelilingku…”

“Hmm, aku suka sekali dengan perkataanmu barusan. Sungguh suatu kejujuran dari seorang wanita yang sangat didambakan oleh banyak pria.” Ujar Ahwa, dengan sedikit rayuan dibumbui dengan trik merendah.

“Mungkin, mungkin…” sahut Inta dengan terbata.

Ahwa, ingin menimpali perkataan Inta, tetapi melihat raut wajahnya yang tertunduk. Kemudian Ahwa mengurungkannya.

Sempat lama terdiam, akhirnya Inta buka suara.

“Terima kasih, Ahwa. Kamu telah mengerti akan diriku. Bahwa aku ini sebenarnya telah cukup lama menjalin hubungan dengan kekasihku, Ama, waktu itu telah kuperkenalkan kepadamu. Walaupun begitu, kamu tetap baik terhadapku. Bahkan kepada siapapun wanita tanpa pilih kasih, aku salut padamu…”

“Ya, beruntung kamu mempunyai kekasih seperti Ama itu, ia orangnya perhatian dan sangat baik. Dibandingkan diriku, sangat berbeda jauh… Ah sudahlah, aku malah ngelantur yang tidak-tidak” Lanjut Ahwa.

Kemudian ia kembali menambahkan:

“....tentang diriku, mungkin kamu juga telah mengetahuinya dari beberapa kawan relasi, kalau aku ini orang yang sangat suka bergaul terhadap siapapun. Namun tidak sepenuhnya perkataan orang luar dapat dipercaya. Kebanyakan mereka selalu menambahkan bumbu terhadap diriku yang dikatakan sangat baik dan ramah, padahal aku sama sekali tidak merasa seperti itu.”

“Ha ha ha, kali ini gantian kamu yang merendah!”

“Enggak juga, sih. Tapi kita sudahi dulu pembicaraanya. Sekarang mari kita nikmati perjamuan spesial ini. Khusus ku persembahkan untukmu.”

“Iya, sama-sama” senyum Inta dengan manis.

“Yuup…” Ahwa pun tersenyum. Senyum licik kemenangan.

[caption id="attachment_115511" align="aligncenter" width="300" caption="Image from: google"][/caption]

“mungkin butuh kursus, merangkai kata

Dan aku benci, harus jujur padamu

Tentang semua ini…

Jam dinding pun tertawa,

Karena kuhanya diam

Dan membisu

Ingin kumaki diriku sendiri

Yang tak berkutik didepanmu…

Ada yang lain…”

Iringan lagu Pelangi Di Matamu dari pemusik di kafe semakin menghangatkan suasana diantara mereka berdua. Sungguh malam yang romantis.

* * *

EPILOG

Pukul 00:25 wib.

Akhirnya, karena terbuai oleh suasana romantis diseling derasnya regukan minuman beralkohol, mulai dari singapore sling, long island, illusion yang kemudian meng-ilusi pikiran tentang rasa cinta, membuat Inta membeku akalnya menyerah pasrah diajak pergi ke sebuah hotel berbintang empat di sudut selatan Jakarta.

Entah bagaimana, tentang “drama mereka berdua”

Entah bagaimana nasib Ama, saat mengetahui Kekasihnya sedang bersama orang lain

Dan, entah bagaimana kelanjutan kisah ini…

Entah...

* * *

PENULIS: Choirul Huda & Budi Susilo (N0.39).

CATATAN TAMBAHAN:

Untuk membaca hasil karya para peserta Malam Prosa Kolaborasi yang lain maka dipersilahkan berkunjung ke sini : Hasil Karya Malam Prosa Kolaborasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun