Mohon tunggu...
Budi Herdiana
Budi Herdiana Mohon Tunggu... Dosen - saya berkecimpung dibidang pendidikan, penelitian dan pengabdian yang lebih banyak berkaitan dengan pengembangan dan penerapan teknologi ICT diberbagai aspek kehidupan

saya memiliki hobi menulis dan membaca berita tentang teknoogi terkini. saya lebih menyukai konten-konten berkaitan dengan teknologi apapun jenisnya terutama teknologi yang tepat guna serta bisa dirasakan oleh masyarakat umum

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Masyarakat Adat Baduy dalam Prinsip "Hirup Bener"

22 Juli 2023   09:09 Diperbarui: 22 Juli 2023   10:38 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Acara tradisi seba masyarakat baduy luar dan dalam (Tempo.co/ foto: Asep Pathulrahman)

Oleh: Budi Herdiana

Suku Baduy merupakan salah satu suku asli Indonesia yang berada di daera tatar sunda tepatnya di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten. 

Suku baduy ini tepat dilewati oleh sungai Ciujung [bantenprov.go.id]. Penamaan Baduy sendiri berasal dari sebutan Peneliti Belanda yang terinspirasi dari kelompok Arab Badawi [Siti Nur Aeni:2021]. 

Aktivitas anak -anak Baduy (facebook/Kabar Bintaro)
Aktivitas anak -anak Baduy (facebook/Kabar Bintaro)

Ciri utama kehidupan masyarakatnya tidak terlepas adanya hubungan erat dengan alam sekitar. Karena itu cara mereka menghormati dan menghargai keberadaan alam semesta yang dipercayai dapat memberikan apapun sekaligus juga sebagai wujud rasa syukur atas semua pemberian dari Tuhan Yang Maha Esa. 

Prinsip menyatukan diri dengan alam semesta menurut kepercayaan mereka akan bisa memberikan keuntungan baik untuk mereka sendiri maupun orang lain. 

Mereka menganggap apabila berbuat tidak baik kepada alam semesta seperti merusak alam dan mengeksploitasinya tentunya akan berdampak buruk bagi kehidupan mereka serta anak cucunya nanti. 

Alasan inilah yang mengundang kesadaran masyarakat adat Baduy selalu berpegang teguh dalam menjaga keberadaan alam semesta agar tetap terjaga keasliannya. 

Perwujudannya adalah mereka hidup lebih harmonis, tidak ada keinginan untuk melakukan perbuatan tidak baik, selalu mengedepankan hidup rukun berdampingan serta patuh terhadap aturan yang ada sesuai ajaran adat dan aturan negara yang mereka pegang teguh secara turun temurun. 

Hal ini bisa dilihat dari tradisi kesehariannya seperti cara berpakaian, dan cara bersosialisasi dengan sesama dan alam sekitar. Keteguhan dalam memegang adat tradisi inilah yang menjadikannya mampu bertahan di antara tekanan perubahan zaman dan teknologi saat ini [Farid Jafar Sidiq:2021]. 

Kesadaran munculnya tanggung jawab untuk menjaga adat tradisi adalah menjadi tujuan utama tanpa perlu dipertentangkan lagi dengan tingkat kepatuhan mereka kepada aturan adat maupun negara. 

Mereka tentu menyadari bahwa kepatuhannya tersebut merupakan sikap dari cara mereka mencoba menghargai pentingnya keseimbangan hidup dengan alam sekitar. Misalnya saja upacara tradisi "seba" yang cukup populer dimana tradisi tersebut lakukan secara rutin setiap tahun yang inti ajarannya memperlihatkan kepada kita ungkapan rasa kesetiaan dan kepatuhan yang tinggi terhadap keberadaan aturan adat dan keberadaan aturan negara yang wajib diikuti guna menjaga keharmonisan hidup supaya tetap terjaga kelestariannya. 

Tradisi "seba" ini bukanlah wujud penghambaan kepada manusia akan tetapi sebenarnya memperlihatkan nilai kejujuran yang tertanam dalam setiap pribadi masyarakat adat Suku Baduy untuk mengungkapkan rasa syukur atas anugrah yang didapat dan semua pencapaian yang diperoleh dengan cara memberikan hasil alam kepada pemimpinnya yang mereka sebut sebagai "raja". Karena itu betapa berharganya hidup berdampingan dengan kehidupan diluar budaya mereka dengan berbagai sisi perbedaan yang ada guna mencapai prinsip-prinsip kehidupan damai dan harmonis agar terwujud.

Berdasarkan pendekatan Antropologi, pada dasarnya kehidupan masyarakat Suku Baduy sifatnya berkelompok dimana ada 3 kelompok utama masyarakat adat Suku Baduy yaitu Baduy Dangka, Baduy Luar dan Baduy Dalam. Dilihat dari kehidupan kesehariannya masing-masing kelompok ini memiliki perbedaan dimana Baduy Dangka dan Baduy Luar sudah lebih moderat dan terbuka terhadap berbagai jenis perubahan dari budaya luar. 

Mereka lebih bisa toleran dan menerima perbedaan budaya luar tetapi tentunya hanya budaya yang baik saja. Hal ini cukup berbeda jika dibandingkan dengan masyarakat Baduy Dalam yang masih asli memegang adat dan tradisi leluhur sehingga tidaklah mudah budaya luar masuk ke dalam kelompoknya. Namun demikian mereka tetap bisa menerima hal-hal dari luar meskipun dengan berbagai syarat dan aturan yang cukup ketat. 

Satu kesamaan diantara kelompok ini yaitu tetap setia dan teguh memegang tradisi leluhurnya yang inti ajarannya selalu mengenai hubungan baik dengan alam semesta dan sesama manusia meski ada perbedaannya hanya dari sisi kehidupan kesehariannya saja. 

Nilai-nilai kesamaan dan perbedaan ini merupakan ciri sikap dan sifat ajaran kebaikan yang dimiliki pada umumnya oleh masyarakat Suku Baduy sehingga nilai-nilai seperti ini seharusnya bisa dibawa ke dalam kehidupan modern saat ini. Masalahnya adalah nilai-nilai kebaikan yang terinspirasi dari masyarakat Suku Baduy ini belum bisa meletakan pondasi kuat agar mampu memicu atau men"trigger' kesadaran peradaban budaya sekarang untuk kembali ke nilai-nilai kebaikan leluhurnya. 

Bahkan sebagian generasi kita saat ini masih memandang bahwa tradisi dan adat yang diperlihatkan oleh semua suku di Indonesia termasuk Suku Baduy tentunya adalah hanya semacam bagian dari sejarah serta keberadaanya hanya sekedar sebagai tontonan belaka bukan menjadi tuntutan kebaikan bagi masyarakat dan bangsa ini [NN: CNN Indonesia 2020]. 

Ada hal menarik lainnya sebenarnya untuk dipahami dari masyarakat Suku Baduy yaitu meskipun diantara kelompok masyarakat Baduy tersebut memiliki prinsip kehidupan keseharian dan pemikiran yang berbeda, tetapi kesadaran tanggung jawab mereka untuk saling menjaga adat dan tradisi leluhurnya sangat luar biasa. 

Contoh sederhananya misalnya ketika ada tamu kunjungan atau wisatawan yang datang, mereka selalu mengajarkan bagaimana menghargai alam sekitar dengan cara tidak membuang sampah sembarangan, menggunakan barang dalam kemasan sekali pakai, tidak berbicara kotor saat berkunjung, dan banyak lainnya. Pola ajaran sederhana yang mereka sampaikan seperti itu jika kita terapkan di berbagai sendi kehidupan saat ini tentu merupakan salah satu cara menyelesaikan masalah bangsa terutama terkait dengan moral dan perilaku.  Kita mesti belajar dari kesetiaan, keteguhan dan konsistensi dalam memegang ajaran kebaikan dan kebenaran dari Suku Baduy ini dengan model dan konsep yang sederhana. 

Mereka mengajarkan bukan sekedar teori tetapi dengan pembuktiannya dan kita bisa melihat bagaimana hasilnya karena mereka selalu memegang prinsip "hirup bener" atau hidup dengan prinsip kebenaran [UNY:2019]. Prinsip Hirup bener mengacu pada Bahasa Sunda yang artinya hidup merujuk pada nilai kebenaran. 

Nilai kebenaran ini diambil dari salah satu ajaran kepercayaan mayoritas masyarakat Suku Baduy terutama Suku Baduy Dalam yaitu Sunda Wiwitan yang inti dari ajarannya adalah tentang bagaimana mengaji diri (intropeksi diri) dan menyatu dengan alam sekitar. 

Hasil dari ajarannya ini kemudian melahirkan dasar-dasar nilai kebenaran yang mengikat sehingga mereka mampu menerjemahkan dasar nilai kebenaran ini dalam aktivitas kehidupannya sebagai penerapan prinsip "hirup bener". 

Contoh penerapan prinsip ini misalnya bagaimana mengajarkan sikap dan sifat kepada masyarakat Suku Baduy untuk menjaga agar tidak berbuat sombong, tidak rakus, tidak iri dengki dengan sesama serta tidak berbuat berbagai macam kejahatan kepada orang lain. Mereka percaya bahwa keberadaan prinsip "hirup bener" ini berawal dari sikap dan sifat ngaji diri serta kepatuhan atau ketundukan mereka kepada aturan adat maupun aturan negara. 

Mereka juga sangat meyakini bahwa aturan yang harus diikuti tersebut akan bisa membawa keberkahan dan mendapatkan kenikmatan bagi seluruh sendi kehidupannya. 

Dari sini dapat kita ambil pelajarannya bahwa salah satu cara memperoleh kunci penyelesaian masalah manusia terkait dengan sifat kesombongan, kerakusan, iri dengki serta perbuatan kejahatan dalam diri mereka sendiri akan dapat dikendalikan dengan sendirinya apabila kita senantiasa selalu menyadari untuk selalu melakukan introspeksi diri terhadap segala perbuatan yang telah dilakukan serta juga membiasakan untuk selalu patuh terhadap semua aturan yang telah disepakati bersama demi tujuan akhir yaitu kebaikan semua. 

Kita berharap sikap dan sifat yang diajarkan Suku Baduy tidak hanya untuk memperlihatkan eksistensi kearifan lokal dengan segala keunikan tetapi lebih jauh lagi kedepannya adalah menjaga keberlangsungan hidup yang damai, harmonis serta menjaga hubungan baik "simbiosis mutualisme" dengan alam semesta sebagai sumber kekuatan hakiki. (Budi Herdiana/22 Juli 2023)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun