Mohon tunggu...
Budi Setiawan
Budi Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Mercu Buana Jakarta

Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB 1 Prof Dr Apollo "Penghindaran Pajak Berganda Internasional Secara Bilateral"

9 April 2021   18:51 Diperbarui: 9 April 2021   18:59 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada setiap negara memiliki kedaulatan untuk memajaki, baik itu warga negaranya atau sumber yang berasal dari negaranya, prinsip ini dinamakan “world wide income”. Prinsip world wide income ini dianut oleh semua negara dengan tujuan pendapatan negaranya lebih maksimal yang berasal dari pajak. Hal ini akan menimbulkan suatu masalah yaitu kemungkinan adanya pemajakan lebih dari 1 kali atau double taxation.

Pada setiap negara tidak ingin menghendaki pengenaan pajak berganda, selain dapat menimbulkan ketidakadilan pengenaan pajak berganda dan akan menghambat transaksi internasional. Aturan domestik masing – masing negara pada umumnya telah mengatur suatu mekanisme dalam mengurangi pajak berganda. Pada undang – undang pajak domestik Indonesia di Pasal 24 Undang – Undang PPh sudah diatur mengenai perlakuan kredit pajak atas pajak yang telah dibayarkan di luar negeri. Akan tetapi ketentuan tersebut tidak efektif dalam menghindarkan dampak pajak berganda. Karena pengkreditan pajak di luar negeri dibatasi maksimal sebanding dengan penghasilan di luar negeri dibandingkan dengan penghasilan kena pajak terhadap PPh terutang, terdapat juga sudut pandang dalam melihat sumber penghasilan.

Suatu contoh yang menggambarkan ketidakefektifan. Mr. Budi seorang wajib pajak dalam negeri, seorang pegawai dari PT Abadi Jaya. Sehubungan dengan pekerjaannya Mr.Budi harus melaksanakan tugasnya di Amerika selama 100 hari. Mr.Budi mendapatkan penghasilan sebesar USD 10.000 dari PT Abadi Jaya. Ketentuan pada pajak domestik Amerika mengatur bahwa suatu sumber penghasilan sehubungan dengan pekerjaan pada negara dimana tempat pekerjaan tersebut dilakukan. Di Indonesia, berdasarkan Pasal 24 Ayat 3 huruf d UU PPh sumber penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan bertempat kedudukan berada.

Pada kasus tersebut diatas, Indonesia dan Amerika sama – sama menganggap berhak untuk mengenakan pajak penghasilan Mr. Budi, karena dua – duanya menganggap negaranya merupakan sumber penghasilan. Di Indonesia akan mengenakan pajak dengan tarif progresif dan di Amerika juga akan memajaki sesuai dengan tarif pajak yang berlaku di Amerika. Perlakuan untuk pengkreditan pajak yang dibayar di Amerika berdasarkan Pasal 24 UU PPh tidak dapat digunakan karena penghasilan Mr.Budi dianggap bersumber dari Indonesia dan bukan dari luar negeri. Yang berarti pajak yang dikenakan di Amerika tidak dapat dikreditkan di Indonesia. Sehingga atas penghasilan Mr.Budi terjadi pengenaan pajak berganda.

Agar dapat lebih efektif mengurangi pajak berganda yang belum terakomodasi dalam UU PPh, sangat perlu dilakukan persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) dengan negara lain untuk membagi hak pemajakan. Sebagai salah satu sarana menghindarkan pengenaan pajak berganda, P3B juga dapat digunakan sebagai alat negara yang melakukan persetujuan untuk saling tukar informasi, dan konsultasi Bersama atau untuk mengadakan mutual agreement, untuk dapat mengurangi praktik penghindaran pajak.

Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dikenal juga dengan istilah tax treaty yaitu perjanjian pajak antara dua negara secara bilateral yang mengatur mengenai pembagian hak pemajakan yang diterima atau diperoleh penduduk dari salah satu negara atau beberapa negara pada pihak persetujuan.
Inti dari P3B ini adalah membagi siapa yang berhak memajaki dan diharapkan untuk dapat mengurangi terjadinya pengenaan pajak berganda. Esensi dari P3B yaitu perjanjian perpajakan antara dua negara yang dibuat dalam rangka meminimalisasi kemungkinan terjadi double tax station kembali dan meminimalisasi usaha penghindaran pajak berganda.

  • Kedudukan P3B

Pada kedudukan P3B di Indonesia terhadap UU PPh diperlakukan sebagai lex specialis yang berarti di spesialkan. Apabila ada pertentangan antara undang – undang domestic Indonesia dengan P3B, aturan – aturan yang ada dalam P3B akan didahulukan. Jika masing–masing peraturan domestik suatu negara sama–sama mengenakan pajak atas penghasilan yang sama, maka berdasarkan P3B, hak pada masing – masing negara tersebut untuk mengenakan pajak atas suatu penghasilan dapat dihilangkan atau dibatasi. Artinya pada saat  suatu negara mengadakan P3B maka negara tersebut setuju untuk dibatasi haknya untuk mengenakan pajak berdasarkan pembatasan yang diatur dalam P3B.

Ketentuan P3B  tidak memberikan hak pemajakan baru kepada negara yang mengadakan perjanjian P3B. Pengenaan pajak pada suatu negara atas suatu jenis penghasilan didasarkan atas ketentuan domestik negara tersebut. Dengan begitu apabila dalam P3B suatu negara diberkan hak pemajakan atas suatu penghasilan tertentu, akan tetapi negara tersebut berdasarkan hukum domestiknya tidak mengenakan pajak atas penghasilan tertentu tersebut sehingga negara tersebut tidak dapat mengenakan pajak atas penghasilan tersebut. Meskipun P3B memberikan hak pemajakan kepada negara tersebut.

  • Model P3B

Dokpri
Dokpri
Dua model perjanjian P3B yang dijadikan acuan negara–negara di dunia dalam membuat P3B, yaitu Organization for Economic Cooperation and Development Model (OECD Model) dan United Nation Model (UN Model). Biasanya dalam perundingan masing – masing  negara akan mengajukan Model P3B masing – masing yang merupakan modifikasi dari OECD Model dan UN Model, yang tergantung pada sudut pandang kepentingan pada negara tersebut. OECD Model dibuat berdasarkan perspektif atau untuk kepentingan negara – negara maju. Dan sedangkan UN Model dibuat berdasarkan perspektif berdasarkan negara – negara berkembang. OECD Model memfokuskan pada asas domisili negara yang memberikan jasa atau menanamkan modal yang mana hak pemajakannya berada di negara domisili, sedangkan UN Model lebih mengedepankan asas sumber penghasilan, dikarenakan negara berkembang pada umumnya yang menggunakan jasa dan yang menerima modal dari luar negeri, sehingga model ini lebih menerapkan pemajakan yang berasal dari negara yang memberi penghasilan yaitu negara sumber. Di Indonesia mempunyai model sendiri yaitu Model P3B Indonesia (Indonesian Model) yang merupakan suatu modifikasi dari UN Model.

Beberapa Contoh Isi Model P3B Indonesia

Membahas pasal demi pasal ketentuan yang dimuat dalam Model P3B Indonesia. Model P3B Indonesia dijadikan posisi runding dasar ketika Indonesia menegosiasikan P3B dengan negara lain.

  • Judul P3B

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun