Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menjauhkan Pesantren dari Pengaruh Radikalisme

8 Juni 2015   08:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:17 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Suatu ketika saya pernah mendengar seorang ustadz di lingkungan tempat tinggal saya menyelipkan sebuah himbauan yang menarik di sela-sela ceramahnya. Himbauan tersebut adalah untuk mendata secara jelas jumlah pesantren yang ada di Indonesia, di mana tujuannya adalah agar pemerintah dapat turut memperdayakannya sesuai dengan kewajiban untuk mencerdaskan bangsa.

Sang ustadz menyarankan agar pemerintah bersama dengan Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta berbagai ormas besar Islam melakukan konsolidasi dalam menghadirkan pendidikan yang unggul dan berwawasan Pancasila. Alasannya sederhana saja, yakni bagaimanapun juga pesantren adalah lembaga pendidikan, dan wajib untuk menyampaikan edukasi kepada putra-putri bangsa. Namun karena melihat masih adanya beberapa pesantren yang mengajarkan mengenai kekerasan, maka penting bagi pemerintah untuk turun tangan menetralkannya.

Hal tersebut bukanlah bermaksud untuk mengintervensi pesantren, bukan sama sekali. Pesantren adalah salah satu institusi pendidikan khas Indonesia. Pesantren juga merupakan instusi pendidikan yang berhasil menggabungkan fungsi sekolah agama dalam konteks budaya Indonesia. Hal inilah yang harus dipertahankan dari eksistensi pesantren mengingat kini muncul beberapa kekhawatiran penyelewengan nilai-nilai pesantren, dari nilai arabisasi hingga yang terparah adalah penanaman radikalisme.

Arabisasi mungkin terkesan rasis, tapi sebenarnya hal tersebut justru mengkhawatirkan karena berisiko melunturkan kekhasan Islam Indonesia di lingkungan pesantren. Bentuk arabisasi yang biasa muncul adalah gaya berpakaian dan tata cara budaya yang dipakai di lingkungan pesantren. Terkadang ada beberapa pesantren yang memang sengaja menerapkan budaya Arab konservatif sebagai bentuk pengikatan terhadap ajaran Islam yang memang awal mula berkembang di sana. Padahal jelas-jelas Islam adalaj agama yang universal dan tidak pernah memaksakan untuk tunduk pada satu budaya tertentu kecuali syariat Islam yang diserukan oleh Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW.

Tak jarang bahkan Arabisasi tersebut menjadi jalan bagi paham-paham ekstremis yang berkembang di jazirah Arab dalam meluaskan pengaruhnya di Indonesia. Beberapa contoh paham ekstremis dari tanah Arab adalah Wahabi garis keras dan khawarij. Kedua paham tersebut banyak menjadi dasar bagi terbentuknya kelompok-kelompok radikal yang mengatas namakan Islam, dimana bisa jadi kelompo pemberontak ataupun terorisme.

Wahabi garis keras misalnga, paham ini banyak diikuti okeh kelompok-kelompok Islam garis keras seperti Al-Qaeda dan Jamaah Islamiyah. Fokus utama Wahabi garis keras adalah untuk menciptakan kondisi masyarakat yang patuh pada syariat Islam sebagai dasar kehidupan bersama. Syariat Islam yang dimaksud sering kali menyerobot nilai-nilai dasar berbangsa dan bernegara. Umumnya paham ini menyasar negeri-negeri Muslim atau yang mayoritas berpenduduk Muslim. Tujuan mereka jelas untuk menjadikan syariat Islam sebagai rujukan utama kehidupan di setiap wilayah yang dikuasainya. Adapun tensinya terhadap pihak barat (sebagaimana kita tahu) lebih kepada penggerta agar tidak ikut campur.

Sedangkan khawarij, meskipun sama-sama bertujuan menegakkan syariat Islam, namun prakteknya justru lebih kejam. Khawarij menginginkan satu pemerintahan dunia tunggal di bawah kendali Islam dan menganggap kelompok masyarakat di luar Islam adalah musuh yang pantas untuk disingkirkan. Bahkan tak jarang mereka pun menganggap musuh saudara sesama Muslim yang berhaluan moderat. khawarij bahkan tidak segan-segan melakukan serangan membabi buta demi melenggangkan tujuannya.

Kedua paham tersebut, hingga saat ini, masih terus mengancam dunia pesantren Indonesia. Jika tidak segera disikapi dengan serius, maka bukan tidak mungkin akan terus bermunculan pelaku radikalisme yang berasal dari pesantren. Sudah cukup banyak oknum pesantren yang salah jalan menjadi aktor radikal, dan hal tersebut sangat mengkhawatirkan.

Kehadiran pemerintah sangat penting dalam memaksimalkan potensi pesantren sebagai tempat belajar yang unggul dan edukatif. Perhatian pemerintah juga perlu diberikan dalam pengenalan luas wawasan nusantara guna mempertahankan kerukunan dalam keberagaman Indonesia. Selain itu, peran pemerintah juga perlu untuk menghadirkan kesetaraan dan keadilan pendidikan sehingga seluruh masyarakat negeri ini memiliki akses merata untuk meraih kecerdasan. Nilai lebihnya, potensi radikalisme dapat ditekan pengaruhnya sehingga perdamaian akan tetap terjaga dengan baik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun