[caption id="attachment_408946" align="aligncenter" width="303" caption="953wiki.com/"][/caption]
Karena aksi terorisme merupakan problem ideologis, maka upaya pencegahan terbaik terhadap ideologi terorisme adalah dengan kontraideologi. Upaya kontraideologi dapat dilakukan dalam beberapa cara.
Cara pertama adalah dengan melakukan dekonstruksi tafsir terhadap sejumlah teks Kitab Suci yang rawan untuk dijadikan pembenaran sejumlah aksi terorisme khususnya Jihad. Proses dekonstruksi tafsir bukan hanya berhenti dalam wujud penerbitan buku melainkan sosialisasi dekonstruksi tafsir oleh para rohaniawan dan pemikir Islam di lembaga-lembaga pendidikan dan perkumpulan ibadah.
Selanjutnya cara kedua adalah dengan melakukan internalisasi nilai-nilai ideologi Pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa yang bhineka alias pluralitas, baik dalam kepercayaan agama dan suku serta budaya. Kita harus kembalikan Pancasila bukan dalam makna politis melainkan sebagai filsafat dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan Pancasila adalah nilai-nilai yang digali dalam sikap kehidupan bangsa Indonesia sejak sebelum merdeka. Jika para guru dan pendidik serta orang tua menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman berbangsa dan bernegara, maka sikap saling menghargai pluralitas keagamaan, kesukuan, kebudayaan dan menegakkan kesatuan bersama menghadapi musuh-musuh yang hendak menghancurkan negara akan tertanam secara alamiah.
Cara ketiga, mengawasi dan memblokir berbagai gagasan Anti Pancasila. Ideolog-ideolog pendukung terorisme selalu menebar gagasan provokatif yang menistakan eksistensi Pancasila baik melalui buku-buku cetak maupun jejaring sosial maupun situs-situs internet. Sayangnya, pemerintah seringkali  luput melakukan pemblokiran terhadap tulisan-tulisan yang dapat menjadi benih berkembangnya kebencian dan aksi terorisme. Memang, disatu sisi upaya pembredelan atau pemblokiran di atas akan bertentangan dengan semangat kebebasan berpendapat yang menjadi jargon Reformasi. Namun dalam konteks pencegahan aksi terorisme  yang membahayakan keselamatan bangsa, langkah-langkah tersebut perlu dipertimbangkan dengan tanpa meninggalkan nilai-nilai hak asasi manusia.
Adapun cara keempat adalah dengan membangun kesadaran masyarakat untuk menjadikan terorisme sebagai musuh bersama. Aktifitas terorisme mencederai nilai-nilai agama, merusak kohesi sosial, menciptakan ketakutan, dan yang lebih berbahaya adalah menimbulkan kegelisahan ekonomi (economic unrest) karena orang takut berinvestasi di sebuah wilayah yang dilanda terorisme. Dengan menyadarkan pada fakta-fakta tersebut di atas, diharapkan masyarakat menjadi sadar akan bahaya terorisme.
Cara terakhir yaitu yang kelima adalah membangun kewaspadaan masyarakat terhadap aktivitas mencurigakan di lingkungan sekitar terkait terorisme. Pelaku terorisme memiliki tingkat bertahan hidup dan penyesuaian yang tinggi, baik di wilayah urban maupun pedesaan. Oleh karenanya pemangku jabatan lingkungan (RT dan RW) maupun kepala desa harus memberikan berbagai penyuluhan dengan melibatkan anggota kepolisian setempat untuk memberikan wawasan mengenai antisipasi kegiatan teroris.
Terlepas dari itu semua, kita harus tetap waspada terhadap ancaman terorisme yang dapat datang kapan saja dan di mana saja. Kesadaran diri kita terhadap bahaya terorisme akan membuat kita menjadi lebih awas dalam mencegah hal terkait merasuki sendi-sendi kehidupan. Salam damai!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H