Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kebangkitan Nasional, Persatuan dan Indonesia Damai

25 Mei 2024   14:11 Diperbarui: 25 Mei 2024   14:23 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Satu - kompas.com

Indonesia mempunyai hari kebangkitan nasional. Sebuah hari untuk memperingati perjuangan bangsa Indonesia, untuk bisa mendapatkan kemerdekaan, untuk bisa lepas dari penjajahan. Salah satunya adalah menyatukan semua keinginan dan kepentingan untuk Indonesia. Menanggalkan ego personal dan kelompok, untuk kepentingan merdeka. Upaya yang digagas kaum mud aini, kemudian melahirkan Boedi Oetomo, sebuah organisasi modern ketika itu. Melalui organisasi ini, memunculkan organisasi-organisasi berikutnya, yang membuat masyarakat ketika itu berani berargumentasi, berani mengelurkan pendapat, dan berani berekspresi.

Era kebangkitan nasional telah melahirkan energi dan semangat positif bagi Indonesia. Di era ini semua orang ingin bebas dari penjajahan. Ratusan tahun hidup di era penjajahan, telah membuat masyarakat ingin lepas dari penjajahan. 1908 merupakan cikal bakal kebangkitan masyarakat Indonesia, untuk bebas dari belenggu penjajahan.

Mereka yakin bahwa semangat primordialisme, justru hanya akan membuat perjuangannya terpecah belah. Baju identitas suku, budaya, dan agama dilepaskan, lalu bersatu berjuang bersama. Disinilah perbedaan tidak lagi menjadi persoalan. Keragaman justru menjadi kekuatan baru, untuk melawan provokasi dan adu domba penjajah. Terbukti, setelah semangat kedaerahan dilepaskan, perjuangan untuk mendapatkan kemerdekaan menjadi lebih kuat. Penjajah yang menduduki Indonesia pun, akhirnya bisa diusir dari Indonesia. Dan kemerdekaan itu pun akhirnya bisa dirasakan hingga saat ini.

Persatuan menjadi kunci atas segalanya. Dalam konteks sekarang ini, isu persatuan juga masih sangat relevan untuk terus dikumandangkan. Terlebih provokasi kebencian di media sosial saat ini masih saja terjadi. Beberapa waktu lalu, kebencian didasarkan pada perbedaan pilihan politik. Kebencian didasarkan pada keburukan para calon pemipin yang bertarung dalam pemilu. Kini, ketika pemimpin terpilih sudah ada, kebencian digeserkan pada hal yang lain. Jauh sebelum itu, kebencian lebih sering ditujukan kepada pemerintah atau kelompok minoritas.

Dibalik provokasi kebencian tersebut, bersembunyi propaganda radikalisme yang dilakukan oleh kelompok radikal. Mereka senantiasa bersembunyi dibalik isu agama. Banyak pemahaman agama yang sengaja direduksi, untuk mengelabuhi orang. Karena pemahaman agama yang salah itulah, tidak sedikit dari masyarakat yang akhirnya juga menyerap pemahaman agama yang salah. Dalam keberagaman misalnya. Dalam konteks Indonesia, keberagaman sebenarnya menjadi hal yang lumrah. Karena sejak dari dulu Indonesia sudah beragam. Namun keberagaman ini belakangan seringkali dipersoalkan, karena tidak sesuai dengan mayoritas masyarakat Indonesia yang memeluk agama Islam.

Konsep mayoritas dan minoritas seringkali dibenturkan. Sementara output dari yang mereka lakukan adalah intoleransi dan perilaku diskriminatif. Karena itulah, menjadi tugas kita semua untuk menyudahi hal ini. Sudah saatnya kita introspeksi dan membekali diri dengan informasi yang tepat, dengan pamahaman agama yang benar, dan pemahaman kebangsaat yang tepat. Tidak boleh atas nama mayoritas, bisa sewenang-wenang melakukan hal yang diinginkan.

Indonesia adalah negara yang majemuk, tapi tetap bisa berdampingan dalam keberagaman. Indonesia adalah negara yang beragam, tapi tetap mengedepankan toleransi, keadilan dan kemanusiaan. Indonesia adalah negara damai, bukan negara yang penuh dengan konflik. Budaya saling menghargai dan memaafkan, sangat melekat dalam setipa tradisi dan suku yang ada. Karena itulah tak perlu dipersoalkan terus tentang keberagaman Indonesia. Mari saling berdampingan demi mewujudkan Indonesia yang adil dan damai. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun