Sebentar lagi, seluruh masyarakat Indonesia akan menentukan pilihan politiknya. Hal ini tentu menjadi hal yang sangat bersejarah bagi Indonesia. Kita semua akan mendapatkan pemimpin baru, yang akan memimpin Indonesia dalam lima tahun mendatang. Siapapun pemilihnya, harus kita hargai dan hormati. Suka tidak suka, pasangan calon presiden dan wakil presiden yang terpilih, akan memimpin negeri ini.
Karena itulah, hentikan segala bentuk fanatisme, agar kita bisa menilai para paslon ini secara obyektif. Fanatisme hanya akan membuat kita tidak bisa menilai secara obyektif. Ingat, salah dalam memilih, maka yang harus kita tanggung selama 5 tahun kedepan. Namun jika pemimpin yang terpilih bukanlah pilihan kita, maka kita juga harus bisa menerima. Karena pemimpin yang terpilih telah melalui proses politik yang telah disepakati.
Untuk itulah bersikap obyektif penting dilakukan dalam menentukan pasangan calon yang tepat. Namun jika kita sudah menentukan pilihan, tak perlu juga harus merasa paling benar atau senang berlebihan. Segala sesuatu yang berlebihan, jelas tidak baik. Termasuk ketika kita mempunyai perasaan senang terhadap pasangan calon tertentu. Menjaga obyektifitas penting untuk dilakukan, agar kita bisa melihat berdasarkan konteksnya.
Pemilu bukanlah semata-mata menentukan siapa pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan dipilih. Pemilu juga mengajarkan kepada kita untuk bersikap saling menghargai dan menghormati antar sesama. Hal ini penting, karena tidak menutup kemungkinan antar teman, antar anggota keluarga, antar tetangga, berbeda pilihan politiknya. Jika kita tetap mengedepankan toleransi politik dan obyektifitas, semestinya tidak akan terganggu dengan perbedaan pilihan dalam politik.
Keberagaman yang ada di Indonesia, semestinya bisa mendewasakan kita semua. Tuhan menciptakan manusia saling berbeda. Karena itulah antar sesama diminta untuk saling mengenal, agar bisa saling mengerti dan memahami. Disamping itu manusia merupakan makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri. Karena itulah, siapapun pemimpin yang akan terpilih, diharapkan juga bisa menjaga keberagaman. Perbedaan bukanlah persoalan bagi Indonesia.
Menjaga toleransi di tengah dinamika politik, menjadi sebuah keniscayaan yang tak bisa dihindari di Indonesia. Tak perlu ada caci maki dalam politik. Tak perlu juga ada kebencian dalam politik. Semuanya semestinya bisa disikapi dengan kepala dingin dan pikiran terbuka. Jika ada kekurangan harus kita maklumi, karena tidak ada pemimpin yang ideal. Menjadi tugas kita semua untuk memberikan feedback, kritik dan saran. Begitu juga sebaliknya, pemimpin yang terpilih tidak akan bisa mengelola negeri yang besar ini tanpa peran serta seluruh masyarakat.
Indonesia adalah negara besar. Mempunyai ribuan suku yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Akan sayang sekali jika pemimpin yang terpilih tidak bisa mengedepankan obyektifitas dan toleransi. Karena itulah etika menjadi penting. Tidak hanya dalam omongan dan perbuatan, tapi sudah sejak dalam pikiran sudah obyektif dan toleran. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H