Indonesia merupakan negara yang akan mendapatkan keuntungan bonus demografi. Artinya, Indonesia akan didominasi oleh generasi muda yang produktif. Anak muda yang dominan ini, tentu bisa dimaknai positif, jika memang bisa mengarahkan. Namun bisa berdampak negatif, jika tidak bisa mengarahkan. Salah satunya adalah aktifitas di dunia maya yang banyak didominasi anak muda, nyatanya bisa memberikan dampak positif, sekaligus negatif.
Media sosial memang menjadi tempat yang sangat menyenangkan di era digital seperti sekarang ini. Segala aktifitas yang dilakukan di dunia nyata, bisa dilakukan di dunia maya. Segala aktifitas yang menyenangkan di dunia nyata, bisa dilakukan di dunia maya. Bahkan, aktifitas untuk mendapatkan banyak hal, juga bisa dilakukan di dunia maya. Bahkan, untuk urusan belanja, mencari pekerjaan, mencari sekolah, mendapatkan segala kebutuhan yang diinginkan, bisa dilakukan di dunia maya.
Kondisi ini juga didukung dengan pertumbuhan smartphone dan internet yang begitu pesat di Indonesia. Dari anak kecil hingga remaja, senang menghabiskan waktu berjam-jam di dunia maya. Ini adalah fakta yang tidak bisa dihindari di era sekarang ini. Bahkan, anak kecil lebih pintar mengoperasikan telephone genggam dari pada orang tuanya.
Karena banyaknya aktifitas di dunia maya inilah, seringkali disalahgunakan oleh sekelompok orang, yang merasa dirinya atau kelompoknya paling benar. Mereka itu umumnya sudah terpapar bibit radikal, yang cenderung paling benar, paling suci, bagian dari mayoritas dan segala macamnya. Karena itulah, segala pola pikir dan outputnya seringkali sepihak, tidak pernah mempertimbangkan kepentingan umum. Mereka cenderung memikirkan dirinya dan kelompoknya saja. Sementara kepentingan yang lebih luas, justru dianggap bertentangan. Dan konsep bertentangan ini, seringkali dibenturkan dengan pemahaman agama.
Akhirnya muncullah stigma negatif bagi kelompok minoritas. Muncullah stigma kafir. Muncullah stigma sesat dan segala macamnya. Ironisnya, stigma negatif itu diberikan hanya karena berbeda. Padahal, perbedaan merupakan hal yang lumrah di Indonesia. Kok bisa? Karena Indonesia merupakan negara majemuk, yang mempunyai banyak keragaman suku, agama, bahasa dan budaya. Dan keberagaman itu merupakan anugerah yang diberikan Tuhan kepada seluruh penduduk bumi, termasuk Indonesia. Karena keberagaman itu sudah merupakan keniscayaan, maka tidak perlu diperdebatkan apalagi dipersoalkan.
Sekali lagi, keberagaman di Indonesia merupakan anugerah. Karena itu anugerah, menjadi tugas kita semua untuk menjaganya. Mari tetap saling menghargai dan menghormati, tanpa harus saling menyakiti. Mari tetap saling merangkul, tanpa harus saling memukul. Karena kita semua sejatinya adalah sama. Sama-sama makhluk Tuhan. Namun, kelompok radikal terus berusaha memanfaatkan dunia maya untuk melakukan propaganda radikalisme.
Sebagai seorang muda, kita semua tentu tak boleh tinggal diam dan tumbuh menjadi generasi yang pasif. Tidak boleh hanya berdiam diri. Karena negeri butuh generasi yang aktif menyebarkan pesan damai. Mari lewati tahun politik ini dengan gembira dan suka cita. Dan tak lupa mari tetap kritis, agar kita bisa memilih pemimpin yang tepat, yang bisa membawa Indonesia ke sebuah tatanan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H