Hakikat puasa bukan sekadar menahan hawa nafsu dari rasa lapar dan haus, namun hakikat puasa adalah pengendalian diri secara total dengan kendali iman. Selain mengendalikan mulut dari makan dan minum, puasa juga mengendalikan lidah dari perkataan yang tidak terpuji, seperti bohong, bergunjing, bergosip (gibah), caci maki, intimidasi dan lain lainnya. Puasa juga sebagai bentuk pengendalian diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji seperti sombong, membenci, egois, merasa diri paling benar, mementingkan diri sendiri, merendahkan orang/kelompok/golongan lain, mengadu domba, fitnah, tidak menghargai dan juga perbuatan-perbuatan maksiat.Â
Puasa merupakan tanda ketaatan dan peribadatan kepada Allah SWT. Dengan puasa seorang muslim mengungkapkan penyerahan diri kepada perintah Allah dan sambutan atas kehendak-Nya. Sebagai bentuk penolakkan tegas atas penguasaan hawa nafsu atas dirinya dan hasrat pribadinya. Puasa menjadi sebuah manifestasi dari ketaatan makhluk-Nya kepada Kehendak Yang Maha Kuasa. Ekspresi yang diungkapkan seorang hamba melalui puasa ini mewakili bentuk penguasaan diri dan usaha dalam mengatasi kesenangan jasadi dan kenikmatan badani demi kecintaannya kepada Allah, meraih kedekatan kepadaNya dan menggapai keridhoanNya.
Puasa juga merupakan pengendalian panca indera, menjaga mata dari memandang hal yang diharamkan Allah SWT seperti melihat tontonan aurat, tontonan maksiat dan lain lain. Mengendalikan telinga dari mendengarkan hal- hal yang tidak diridhoi Allah, mendengar gosip dan lain-lain. Puasa juga mengendalikan kaki dan tangan dari tingkah laku yang tidak diridhoi Allah.
Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang tidak mampu meninggalkan perkataan dan perbuatan yang tidak terpuji, maka bagi Allah SWT tidak ada artinya dia meninggalkan makan dan minumnya (percuma dia berpuasa)." (HR.Bukhari dari Abu Hurairah).
Itulah hakikat puasa yang akan membawa manusia beriman menuju taqwa yang merupakan puncak kemuliaan manusia di hadapan Allah SWT. Dengan puasa kita dapat membangun dan membentuk karakter pribadi, penguasaan hawa nafsu dan inspirasi untuk berbagi. Orang yang berpuasa melatih dirinya untuk senantiasa merasa diawasi oleh Allah SWT sehingga dengan kerelaan dan keikhlasan ia meninggalkan sesuatu yang disukai padahal memiliki kemampuan untuk melakukannya.
Dengan begitu puasa otomatis melatih diri untuk menerima segala perbedaan dan menghormati mereka yang berbeda karena perbedaan itu merupakan ketetapan Allah SWT. Oleh karena itu jika kita terbiasa dengan makian, kebencian, merendahkan, tidak menghormati, mereka yang berbeda tentu saja menolak ketetapan Allah dan tidak sejalan dengan ajaran Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ketika kita senantiasa diawasi oleh Allah SWT, masihkah kita bisa melakukan hal-hal tersebut? Kalau masih saja kita melakukannya, sama saja kita menghina dan tidak menganggap keberadaanNya. Kalau dengan keberadaan polisi saja kita bisa taat saat berlalu lintas, lantas mengapa Allah yang Maha Kuasa 24 jam penuh mengawasi, bisa kita abaikan.
Hendaknya segala kebaikan yang terwujud ketika kita menjalankan ibadah puasa selama Ramadhan dapat kita implementasikan pada bulan-bulan lainnya hingga kebaikan dapat melekat pada diri kita. Dengan begitu kemuliaan akhlak dan kebersihan jiwa yang jauh dari kemaksiatan, dosa dan keburukan dapat menjadi penyegar ditengah suasana yang sarat dengan kebencian, intoleransi, caci maki, fitnah, adu domba yang belakangan ini terjadi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI