Indonesia sepanjang tahun 2022 mengalami berbagai ujian kebangsaan, mulai dari pandemi yang masih belum berakhir dan munculnya berbagai propaganda klasik yang bertujuan untuk mengoyak identitas bangsa Indonesia. Gelombang perpecahan mengalir deras dikarenakan beberapa hal yang terjadi di masyarakat antara lain; berkembangnya kelompok yang merasa paling benar dan suci, berita bohong atau hoaks begitu marak, ujaran kebencian menyebar luas, dan yang paling berbahaya adalah adu domba antar anak bangsa dengan dalih sesat dan kafir. Lantas, aksi bom bunuh diri di penghujung tahun seakan melengkapi ujian yang dialami oleh bangsa ini.
Tidak hanya anak bangsa yang dipecah-belah, Pemerintah juga tidak lepas dari gempuran kelompok yang menginginkan tegaknya khilafah di bumi Nusantara ini. Mereka menciptakan isu-isu yang bertujuan untuk menggoyahkan eksistensi dan wibawa pemerintah.Â
Mereka menciptakan narasi bahwa pemerintah mengkriminalisasi ajaran Islam, Pemerintah anti Islam (Islamofobia), menuduh moderasi agama yang dilakukan pemerintah untuk menghadang radikalisme merupakan proyek asing, dan mereka juga membuat narasi bahwa terorisme adalah konspirasi atau akal-akalan Pemerintah. Semua itu dituduhkan kepada Pemerintah sebagai upaya untuk meyakinkan para pendukung khilafah bahwa Pemerintah pantas untuk diperangi.
Apa yang dihadapi selama tahun 2022 adalah beragam persoalan rumit, kita dihadapkan pada bangsa sendiri yang telah kehilangan ke-Indonesiaannya karena tergiur ideologi asing untuk diterapkan di bumi Nusantara. Apa yang dialami bangsa ini menyisakan problem yang tak terentaskan.Â
Keberagaman yang ada sejak dulu bahkan menjadi modal untuk kemerdekaan dan kemajuan bangsa, kini dipolitisasi seolah-olah menjadi sebuah ancaman. Sumber masalah tersebut diciptakan oleh mereka yang merasa paling benar dan suci sehingga memandang yang lain dan tidak sependapat apalagi berbeda dengan mereka, layak diperangi.
Kita bisa bejajar dari peristiwa yang terjadi selama tahun 2022 dan kurun waktu satu dekade balakangan ini. Bagaimana kekerasan atas nama agama meningkat dan intoleransi semakin mencuat. Tidak perlu dalil macam-macam atau pemikiran yang rumit, cukup dengan logika sederhana "Islam yang Rahmatan Lil 'Alamin tidak akan memakai jalan kekerasan kecuali dalam keadaan diperangi".
Ingat ya "diperangi", jadi untuk kasus Indonesia tidak ada alasan untuk memakai jalan kekerasan baik itu untuk mereka yang berbeda atau terhadap pemerintah sekalipun, karena kita dalam keadaan bebas beribadah dan tidak tertindas oleh kelompok manapun maupun pemerintah.
Kalau logika sederhana itu tidak bisa kita gunakan, maka patut kita pertanyakan apakah logika kita sudah dikuasai ego? Untuk itu kita perlu pertanyakan kelompok-kelompok yang merasa paling benar, mengusung Islam namun melakukan aksi kekerasan dan atas nama agama pula. Itu murni karena agama atau hanya ego mereka semata?
Menyikapi apa yang terjadi di tahun 2022, kita butuh beberapa catatan sebagai resolusi tahun 2023 agar kita dapat menghindari apapun bentuk dan pola yang mengancam perpecahan bangsa dan negara serta mengoyak pondasi bangsa.
Kebegaragaman atau perbedaan adalah sunnatullah jadi kalau ada narasi yang tidak menerima perbedaan berarti melanggar sunnatullah, dan itu tidak sesuai dengan Islam. Tidak usah ikut-ikutan dalam segala hal yang dapat memicu timbulnya gesekan akibat perbedaan. Islam adalah Rahmatan Lil 'Alamin kehadirannya di tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam. Tidak dibenarkan melakukan tindakan apapun untuk membuat kerusakan apalagi tindakan kekerasan atas nama Islam. Jadi tolak semua tindakan kekerasan dan segala hal yang merusak dan menyakiti walaupun dengan label Islam atau bela Islam.