Kasus mahasiswa terlibat jaringan terorisme bukan suatu hal yang baru, belakangan terjadi penangkapan mahasiswa Universitas Brawijaya Malang, berinisial IA oleh Densus 88 Anti-Teror karena menjadi simpatisan ISIS. Beberapa kasus penangkapan mahasiswa yang diduga terlibat jaringan terorisme juga pernah ada sebelumnya. Menurut juru bicara Detasemen Khusus 88 Anti Teror, Komisaris Besar Aswin Siregar, tercatat 24 mahasiswa dari berbagai universitas karena diduga terlibat terorisme.
Fakta tersebut membuktikan infiltrasi paham radikal di kalangan mahasiswa sudah demikian merebak. Posisi mahasiswa yang sangat strategis dalam struktur sosial politik menjadi daya tarik tersendiri bagi kelompok radikal. Mereka memang menjadi salah satu target yang disasar untuk direkrut dan dijadikan anggota. Di sisi lain secara psikologis mahasiswa dan anak muda pada umumnya dalam fase pencarian identitas dan jati diri, termasuk mencari paradigma baru dalam memahami agama. Energi dan rasa ingin tahu mereka yang cukup besar seringkali tidak terakomodir oleh lingkungan terdekat mereka; seperti keluarga, teman, ataupun kehidupan aktivitas kampus.
Kekosongan tersebut menjadi peluang bagi kelompok radikal untuk melancarkan perekrutan kepada mahasiswa. Hal ini bak gayung bersambut, mahasiwa ingin menuntaskan rasa ingin tahunya sementara kelompok radikal dapat memfasilitiasi apa yang mereka butuhkan namun tentu saja dengan pemahaman yang sangat subjektif.
Serangkaian program yang sistematis dikehidupan aktivitas kampus membuat mahasiswa tidak berkutik, membosankan, dan bisa menyebabkan stress. Bahkan kreasi dan ide-ide kritisnya tidak tersalurkan, padahal mereka adalah generasi yang sangat membutuhkan ruang untuk menuangkan gagasan atau ide-ide kritis dan kreatif. Ketika kritisisme dan kreatifitas mahasiswa tersumbat atau sengaja disumbat, maka sangat mungkin mahasiswa mencari escapisme (pelarian)
Sejatinya pemahaman radikal yang kemudian membentuk seseorang adalah karena memang dasar-dasar pemahaman keagamaan yang dimiliki oleh mereka sangatlah minim, atau malah tidak ada sama sekali. Kebanyakan mereka hanya belajar agama dari pelajaran-pelajaran agama di sekolah secara formal, sehingga tidak bisa membentuk secara utuh pemahaman yang kuat pada dasariah keagamaan mereka. Dengan kata lain, kebanyakan mahasiswa yang direkrut adalah berlatar belakang pengetahuan keagamaan yang minim. Dengan begitu mereka lebih mudah untuk didoktrin.
Tentunya dalam hal ini kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan oknum mahasiswa atas keterlibatannya dalam jaringan terorisme, karena perguruan tinggi sebagai lembaga akademik maupun keluarga sebagai institusi sosial turut mempunyai andil.
Menyikapi fenomena maraknya radikalisme dan terorisme yang menyusup ke kampus, gagasan mendirikan Rumah Moderasi beragama di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) sangat diperlukan. Program yang dicanangkan oleh kementrian agama ini layak diapresiasi karena moderasi beragama diperlukan guna menjaga keharmonisan antara hak beragama dan kewajiban berbangsa dan bernegara, salah satunya di lingkungan kampus.
Rumah Moderasi Beragama di kampus harus diwujudkan agar tidak sebatas wacana, namun harus menjadi kerja nyata. Dalam memperkaya pemahaman moderasi, kampus dapat bekerjasama dengan stakeholder dari luar, misalnya pesantren, tokoh agama, dan tokoh publik. Kampus PTKIN dinilai sebagai garda terdepan dalam mengawal pemikiran dan gerakan moderatisme beragama sangat diharapkan dapat membentuk gagasan kebangsaan, konstruk pemikirian kritis, penanaman nilai-nilai multikulturalisme, dan penyampaian pesan agama yang damai dan toleran sehingga mahasiswanya dapat berperan untuk membumikan Islam moderat di tengah-tengah masyarakat.
Ke depan, program Rumah Moderasi Beragama ini diharapkan dapat dikembangkan di seluruh perguruan tinggi. Data menunjukkan paham radikal justru lebih marak dikalangan perguruan tinggi negeri umum (non-keagamaan) dan menyasar mahasiswa jurusan eksakta. Hal ini patut menjadi perhatian!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H